Halo! Sekian lama saya nggak nulis di blog, sekalinya nulis kayak sekarang saya berlaga seperti Trinity. Ya, karena saya akan menulis catatan perjalanan saya selama di Malaysia dari tanggal 10 Januari hingga 14 Januari 2018 kemarin.
Tujuan saya menulis ini tentu ingin berbagi informasi terbaru tentang wisata ke Malaysia dan berbagi pengalaman saya yang (nggak terlalu) menarik ini. Mohon maaf kalau informasi yang saya sampaikan nggak berguna, ini pertama kali bagi saya menulis kisah perjalanan seperti ini, dan yang akan saya tulis adalah yang ada hubungannya dengan destinasi wisata di sana dan ketika saya menjelajasi Kuala Lumpur sendirian. Sisa ceritanya biar saya simpan sendiri. Well, daripada berlama-lama lagi, enjoy your read!
Sebelum saya berangkat saya mencoba mencari informasi tentang tempat wisata di Kuala Lumpur melalui beberapa travel blog--ya, saya hanya ke Kuala Lumpur saja. Setelah menentukan destinasi wisatanya dan mengkalkulasi uang yang akan dikeluarkan, lalu saya susun itenerary di buku catatan. Kira-kira begini rangkumannya:
10 Januari 2018
- Istirahat
- KLCC
11 Januari 2018
- Putrajaya Sightseeing Tour
- Batu Caves
12 Januari 2018
- Liat nanti
13 Januari 2018
- Kepo yee
14 Januari 2018
- Pulang
Sungguh itenerary yang sangat tidak membantu, bukan?
Sungguh itenerary yang sangat tidak membantu, bukan?
Day 1 - 10 Januari 2018
Hari pertama saya di Malaysia, setelah makan siang di KLIA 2 (Kuala Lumpur International Airport 2), saya menuju ke KL Sentral dengan menggunakan KLIA Ekspres seharga RM 55. Pilihan lain ada KLIA Transit dengan harga yang sama, namun waktu tempuh untuk ke KL Sentral lebih lama karena harus transit di 4 stasiun terlebih dahulu. Opsi lain dan paling murah yaitu dengan menaiki bus yang ada di area KLIA dengan harga yang menurut travel blog lain sekitar RM 10.
KLIA Ekspres |
KLIA Ekspres ini kereta yang bagus. Gila, kaku banget review saya.
Saat di kereta saya browsing lagi bagaimana sesampainya saya nanti di KL Sentral (cara membeli tiket, naik apa untuk sampai ke hotel, dan sebagainya). Oh ya, sebelumnya saya membeli kartu perdana lokal yang warna merah di bandara seharga RM 30. Detail paketnya saya lupa, pokoknya bisa buat update di instastory aja. Kembali ke browsing, menurut informasi yang saya dapatkan, KL Sentral merupakan pusat transportasi umum di Kuala Lumpur, dimana bus dan kereta berangkat dan datang dari sana. Saya lihat gambarnya, besar sih, cuma kayaknya masih biasa saja.
Ketika sampai di KL Sentral, saya melongo, "Ini sih besar banget--dan ramai!"
Selama beberapa menit saya terdiam sembari berpikir, "Mampus, ternyata beda dari gambar di Google. Harus gimana nih?!" Saya membuka ponsel untuk melihat jalur kereta, saya harus naik line merah (Kelana Jaya Line) untuk sampai ke St. Pasar Seni (sebenarnya ini dekat, tapi saya nggak tahu waktu itu).
Setelah melihat papan petunjuk yang tertera jelas di sana, saya dapat gerbang menuju Kelana Jaya Line, sebelum masuk ke LRT kita harus membeli tiketnya. Ada dua opsi; 1. Membeli tiket di mesin tiket tiap kali mau naik LRT/MRT/KTM, 2. Bisa menggunakan kartu yang diisi saldo sejumlah RM. Saya pilih opsi pertama.
Hal pertama yang pikirkan saat berdiri di depan mesin tiket adalah, "GIMANA CARA BELINYA NIH?" Saya lihat kiri-kanan, orang-orang pada memasukkan koin untuk mendapat token, saya lihat dompet, belum ada koin. Mampus.
Saya masih gengsi untuk bertanya ke orang lain, yang mana seharusnya kalau lagi di negara orang sendiri jangan malu untuk bertanya! Saya berpikir sejenak, lalu saya mengambil beberapa langkah mundur, saya melihat orang yang sedang membeli token, dan ada satu yang menggunakan uang kertas! Dimasukkan lewat bagian kanan bawah mesin! Oh begitu, pikir saya dengan begonya. Jadi, buat yang pertama kali ke Kuala Lumpur dan hendak membeli token kereta, please, jangan mengulangi kesalahan saya...
Oh iya, harga tokennya nggak mahal kok, kisarannya antara nol koma sekian sampai dua koma sekian untuk yang termahal yang pernah saya beli (menuju Batu Caves).
Setelah masuk ke peron Kelana Jaya Line, saya bahkan masih sempat salah platform sehingga harus naik-turun dua kali karena jarak antar platform bersebrangan.
Sampai di St. Pasar Seni, saya perlu sedikit berjalan ke tempat saya menginap persis di depan Central Market. Sebuah budget hostel yang nggak 'budget-budget-amat' sebenarnya. Saya dapat di harga RM 200 untuk 4 malam.
Tiba di hotel saya disambut dengan.... salah satu pekerja di sana. Bukan resepsionis--karena resepsionisnya sedang makan. Wow. Seorang perempuan paruh baya asal Aceh yang sudah berada di Malaysia selama 12 tahun terakhir. Sembari menunggu resepsionis selesai makan, saya bercakap cukup banyak dengan beliau, kisah hidupnya menarik, sayang saya lupa menanyakan namanya sampai saya check out. Tetap semangat dalam menjalani kehidupan dimana pun kau berada ya, Bu.
Tak ada yang istimewa setelahnya, saya istirahat sejenak, lalu di malam hari pergi ke Petronas Tower dan terjebak hujan di sana. Kalau ada tempat terbaik untuk menunggu hujan reda, ya di sana tempatnya. Haha. Unfaedah.
Day 2 - 11 Desember 2018
Sesuai dengan itenerary yang telah dirancang. Hari ini saya akan mengunjungi dua tempat; Putrajaya dan Batu Caves. Untuk Putrajaya, saya berencana mengikuti Putrajaya Sightseeing Tour karena saya tidak hafal transportasi umum di sana kalau ingin menjelajah sendiri. Saya catat dari travel blog lain, harga tiket untuk Sightseeing Tour sekitar RM 20. Maka berangkatlah saya dari Kuala Lumpur ke Putrajaya dengan KLIA Transit seharga RM 15. Sesampainya di Putrajaya dan mencari bus tour-nya yang mana ada di platform 6, saya tercengang--ini serius, ketika mengetahui harga tiket turnya, karena beda RM 30 lebih mahal dari yang saya baca di internet. Gila.
Bus tur |
Saya sempat mengurungkan niat untuk naik, tapi karena saya nggak tahu mau kemana lagi kalau saya membatalkan perjalanan ini, maka saya putuskan untuk tetap ambil tur ini. Asli, berat banget rasanya ngeluarin RM 50 dari dompet, tapi ya sudahlah.
Dan setelah menunggu beberapa menit, bus meninggalkan platform. And you know what? Saya sendirian! Pertama saya mikir, kok sedih ya sendirian begini? Tapi saya coba cari sisi positifnya, akhirnya saya merasa seperti anak jendral yang dilayani secara pribadi untuk berkeliling kota. Haha!
Salah satu pemberhentian Putrajaya Sightseeing Tour |
Oh iya, satu hal yang nggak berubah dari tur ini adalah menurut yang saya baca di travel blog lain, pemandu wisatanya kurang informatif dan sangat cuek dan hal itu memang benar adanya.
Keuntungan berada di bus ini sendirian adalah saya bebas untuk menentukan kapan bus ini kembali berangkat tiap berhenti di lokasi wisata yang tertera di paket perjalanan. Kalau saya sudah merasa jenuh, maka saya tinggal kembali ke bus dan mengangguk ke supirnya yang dengan sigap menyalakan mesin dan menekan pedal gas. Anak sultan.
Total durasi untuk Sightseeing Tour ini yaitu dua jam sepuluh menit. Itu pun sudah melompati Putrajaya International Convention Centre karena pada hari bersamaan sedang berlangsung sebuah acara dan itu ramai parah, maka pihak tur memutuskan untuk tidak berhenti di sana.
Hampir ketinggalan, sebelumnya saat di perjalanan menuju Putrajaya menggunakan KLIA Transit, saya disapa oleh wanita India yang tinggal di Malaysia. Atiokhia, namanya--kalau nggak salah ingat. Kita panggil saja dia Ati supaya lebih mudah diingat. Ati ini menanyakan kepada saya apakah benar kereta ini menuju Putrajaya atau tidak, karena meskipun dia orang lokal, tapi kala itu ia baru pertama kali menuju Putrajaya dan itu karena dia mendapat panggilan interview kerja di sana. Congrats, Ati!
Setelah pertanyaan sederhana itu kami berbincang cukup banyak dalam bahasa inggris. Dia dengan aksen indianya yang kental, sedangkan saya tetap bertahan dengan aksen ngaco saya. Dia memberi saya beberapa rekomendasi tempat untuk dikunjungi, meskipun beberapa kali juga saya cuma 'iya-iya-saja' dikarenakan kurang paham dengan apa yang dia ucapkan. Suaranya pelan, ditambah suara deru kereta membuat pendengaran saya acap kali mati. Ini bukan suatu alasan untuk menutupi listening saya yang berantakan kok... bukan. Kami berjabat tangan setelah sampai di Putrajaya.
Pasca dari Putrajaya, saya langsung bergegas menuju destinasi selanjutnya; Batu Caves. Saya memesan KLIA Transit kembali ke KL Sentral, dan dilanjutkan dengan menaiki KTM menuju Batu Caves seharga RM 2.60. Jangan khawatir kalau kamu ketiduran di KTM karena Batu Caves merupakan pemberhentian terakhir jalur ini, kecuali kamu tidurnya terlalu lama hingga tanpa sadar sudah kembali lagi ke KL Sentral.
Sejujurnya saya nggak memiliki ekspektasi lebih pada Batu Caves, tapi saat pertama kali sampai, respon saya adalah, "Anrjit. Keren."
Di sini saya bertemu dengan seorang pria dari London, UK, bernama Brander. Saya awalnya iseng untuk menyapa dia--karena pada dasarnya saya suka ngobrol, hingga akhirnya kami banyak bertukar cerita. Selama di Batu Caves hingga perjalanan pulang menuju KL Sentral kami terus berbincang dan memang waktu terasa lebih cepat apabila kita sedang berada dalam obrolan seru.
Berbincang dengan orang dari negara yang empunya bahasa internasional ini membuat saya banyak minder dan sedikit meningkatkan kepercayaan diri dalam menggunakan bahasa inggris. Yah, setidaknya dia paham dengan apa yang saya katakan sudah lebih dari cukup untuk saya---atau pura-pura paham?
Saya kembali ke hotel sekitar pukul setengah tujuh sore. Istirahat sejenak dan kembali keluar selepas shalat maghrib menuju KLCC (lagi) untuk membeli beberapa pesanan nyonya besar di rumah.
Hari kedua berjalan melelahkan namun menyenangkan. Bisa mendapat kawan baru dari negara nun jauh di sana merupakan pengalaman berharga tersendiri bagi saya. Kisah hari-hari berikutnya akan saya ceriakan di bagian kedua dari cerita ini.
Total durasi untuk Sightseeing Tour ini yaitu dua jam sepuluh menit. Itu pun sudah melompati Putrajaya International Convention Centre karena pada hari bersamaan sedang berlangsung sebuah acara dan itu ramai parah, maka pihak tur memutuskan untuk tidak berhenti di sana.
Hampir ketinggalan, sebelumnya saat di perjalanan menuju Putrajaya menggunakan KLIA Transit, saya disapa oleh wanita India yang tinggal di Malaysia. Atiokhia, namanya--kalau nggak salah ingat. Kita panggil saja dia Ati supaya lebih mudah diingat. Ati ini menanyakan kepada saya apakah benar kereta ini menuju Putrajaya atau tidak, karena meskipun dia orang lokal, tapi kala itu ia baru pertama kali menuju Putrajaya dan itu karena dia mendapat panggilan interview kerja di sana. Congrats, Ati!
Setelah pertanyaan sederhana itu kami berbincang cukup banyak dalam bahasa inggris. Dia dengan aksen indianya yang kental, sedangkan saya tetap bertahan dengan aksen ngaco saya. Dia memberi saya beberapa rekomendasi tempat untuk dikunjungi, meskipun beberapa kali juga saya cuma 'iya-iya-saja' dikarenakan kurang paham dengan apa yang dia ucapkan. Suaranya pelan, ditambah suara deru kereta membuat pendengaran saya acap kali mati. Ini bukan suatu alasan untuk menutupi listening saya yang berantakan kok... bukan. Kami berjabat tangan setelah sampai di Putrajaya.
Pasca dari Putrajaya, saya langsung bergegas menuju destinasi selanjutnya; Batu Caves. Saya memesan KLIA Transit kembali ke KL Sentral, dan dilanjutkan dengan menaiki KTM menuju Batu Caves seharga RM 2.60. Jangan khawatir kalau kamu ketiduran di KTM karena Batu Caves merupakan pemberhentian terakhir jalur ini, kecuali kamu tidurnya terlalu lama hingga tanpa sadar sudah kembali lagi ke KL Sentral.
Sejujurnya saya nggak memiliki ekspektasi lebih pada Batu Caves, tapi saat pertama kali sampai, respon saya adalah, "Anrjit. Keren."
Di sini saya bertemu dengan seorang pria dari London, UK, bernama Brander. Saya awalnya iseng untuk menyapa dia--karena pada dasarnya saya suka ngobrol, hingga akhirnya kami banyak bertukar cerita. Selama di Batu Caves hingga perjalanan pulang menuju KL Sentral kami terus berbincang dan memang waktu terasa lebih cepat apabila kita sedang berada dalam obrolan seru.
Pemandangan KL dari atas Batu Caves |
Saya kembali ke hotel sekitar pukul setengah tujuh sore. Istirahat sejenak dan kembali keluar selepas shalat maghrib menuju KLCC (lagi) untuk membeli beberapa pesanan nyonya besar di rumah.
Hari kedua berjalan melelahkan namun menyenangkan. Bisa mendapat kawan baru dari negara nun jauh di sana merupakan pengalaman berharga tersendiri bagi saya. Kisah hari-hari berikutnya akan saya ceriakan di bagian kedua dari cerita ini.
Oh, hai there! |
To be continued