Thursday, November 12, 2015

Teruntuk yang Sedang Patah Hati




Hai, lama tak jumpa. Maaf karena terlalu lama hilang. Banyak tekanan yang membuat gue jarang buka blog, bahkan jarang nyalain laptop Tapi tekanan itu sekarang sedikit berkurang sehingga gue ada kesempatan buat memindahkan isi pikiran gue ke sini. Gue akan ngomongin tentang satu hal, yang mana sepertinya sudah ditakdirkan ada pada tiap insan di bumi ini, patah hati.

Selamat membaca.

Gue percaya kalian yang baca tulisan ini pernah merasakan hal yang sama, namun dengan sakit yang berbeda. Dengan ceritanya sendiri dan dengan pelajarannya sendiri. Patah hati sering dianggap sebagai salah satu bumbu dalam hidup, bisa membuat hidup lebih baik ketika kita bisa mengambil hikmah darinya, namun bisa membuat lebih pahit ketika kita tak urung menemukan bumbu lain yang bisa menutupi pahitnya rasa sebuah patah hati.

Patah hati selalu meninggalkan lubang besar dalam relung hati terdalam, yang bahkan satu-dua kebahagiaan tak cukup untuk menutupi lubang tersebut. Jika kita melihat orang yang sedang patah hati bahagia bersama temannya, belum tentu ia merasakan hal yang sama apabila ia berada di kamarnya sendiri dengan kesendiriannya. Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa bahagia ialah obat dari patah hati. Mungkin saat bersama teman dan mengunjungi tempat yang dulu pernah dikunjungi dengan orang yang sempat kita sayangi, ada sebuah memori yang sebenarnya tidak ingin diingat, tapi secara spontan muncul ke permukaan. Hal yang harus dilakukan ialah terus tersenyum dan menikmati momen bersama teman tersebut, mungkin tiap tawa yang terpancar di wajah ada hati yang terus teriris. Tawa yang sama namun berbeda rasa. Bagaikan luka yang ditetesi alkohol, perih memang, tapi percayalah, itu obatnya.

Selama hampir 20 tahun gue hidup, banyak hal yang telah terjadi dalam hidup gue. Mencintai dan dicintai. Menyakiti dan disakiti. Meninggalkan dan ditinggalkan. Keberhasilan dan kegagalan. Begitu banyak pelajaran yang gue ambil dari semua pengalaman itu. Hal bersifat positif-negatif kerap gue alami. Seperti yin dan yang, semua itu diciptakan untuk keseimbangan hidup. Gue pernah nangis selama 2 jam dari jam 12 malem sampe jam 2 pagi karena nama gue gak ada di pengumuman “murid diterima” di SMA yang dulu sangat gue impi-impikan. Namun, satu minggu kemudian gue diterima di salah satu SMA negeri terbaik di kota tempat gue tinggal. Kebetulan, itu pertama kalinya gue ketirma di sekolah negeri atas usaha sendiri. Di situ gue percaya, Tuhan punya cara sendiri dalam mengatur semesta, menempatkan kesedihan dan kebahagiaan berdamipingan, menimbulkan senyum dari wajah yang sempat lupa bagaimana caranya tersenyum. Mungkin disaat gue bahagia dengan pengumuman diterimanya gue, ada puluhan atau bahkan ratusan anak lainnya yang ingin ada di posisi gue, tapi sekali lagi gue percaya kalo Tuhan punya cara-Nya sendiri. Gue percaya mereka menemukan kebahagiaan mereka sendiri yang mungkin gak akan mereka dapatkan di tempat lain.

Begitu pula dalam kehidupan asmara gue. Udah banyak cerita terjadi dan pelajaran yang gue ambil. Dari jaman ‘cinta monyet’, sampe jaman: “monyet, pacaran terus lo!”. Dari jaman bales-balesan komen di facebook, sampe akhirnya gue mikir kalo gak perlu ngumbar hubungan, cukup gue dan dia saja yang tau. Dari jaman nembak cewek harus nyari tanggal yang bagus, sampe mikir kalo tanggal bagus itu gak penting, yang penting berapa lama hati gue menetap di hatinya. Tiga masa pacaran pertama gue semuanya dimulai tanggal 1 dan merupakan tanggal bagus menurut gue, dulu hal itu pernah gue banggain, sekarang gue berpikir kalo ternyata taraf kebanggaan atas apa yang gue lakukan hanya serendah itu…

Banyak sakit hati yang gue rasain selama ini, namun gue hanya merasakan beberapa kali patah hati. Karena menurut gue patah hati dan sakit hati merupakan hal yang berbeda, Pedihnya patah hati lebih dalam dari sakit hati. Jujur, gue benci keduanya. Tapi tanpa keduanya gue gak akan jadi gue yang sekarang ini. Gue benci dengan hadirnya dua elemen ini tiap gue memulai suatu hubungan. Tapi jika salah satunya gak ada, mungkin gue gak akan sadar dengan banyaknya kebodohan yang gue lakukan. Hal yang sebenernya kita benci, ternyata menuntun kita ke pribadi yang lebih baik.

Seiring berjalannya waktu serta bertambahnya usia, rasa sakit yang ditimbulkan akibat patah hati semakin dalam meskipun sebenernya udah pernah kita rasakan sebelumnya. Misalkan sewaktu gue diputusin pas SMP dulu-iya, gue yang diputusin-, saat itu ya, cuma sekedar galau-galau najis biasa, mungkin kalo sekarang terjadi hal itu akan terasa lebih berat. Perkembangan jaman juga membuat rasa patah hati yang berbeda, dulu patah hati karena ditolak dengan alasan, “maaf kayaknya kita temenan aja deh,”, lebih ‘mendingan’ dibanding alasan, “maaf, aku udah nganggep kamu kayak om aku sendiri.' Loh?

Seperti yang sudah gue bilang, tiap orang pernah merasakan patah hati dalam hidupnya-setidaknya sekali seumur hidup. Sejatinya patah hati hanya mewariskan dua hal; kenangan dan penyesalan. Dimana jika keduanya berkecamuk dalam diri akan melahirkan kepedihan yang teramat dalam. Luka yang ditimbulkan oleh patah hati tak mudah diobati. Butuh waktu yang tidak sebentar untuk dapat menutupi luka tersebut, itupun hanya 98% yang dapat terobati, karena 2%nya adalah kenangan; yang tidak bisa dilupakan, tetapi hanya tertimbun diantara jutaan memori lainnya, namun dapat naik ke permukaan kapan pun ia mau.

Yogyakarta, kota dimana gue menuntut ilmu, baru memasuki musim hujan. Musim dimana alam seakan mengerti suasana hati beberapa manusia. Setiap sudut kota Jogja romantis, katanya. Bagi mereka yang mempunyai pasangan, mungkin saat ini agak kesulitan untuk mengeksplore kota Jogja lebih jauh, tapi buat mereka yang tengah dalam kepedihannya, hujan seakan mengingatkan mereka tentang kenangan. Cukup berada di kamar sendiri dengan hujan deras di luar, menangis tanpa takut terdengar yang lain, karena hujan membantu menutup suara tangis tersebut. Hujan tak akan selamanya turun, juga dengan tangis. Begitu hujan reda, tangismu mengikuti. Begitu matahari kembali terlihat, di situ dirimu kembali tampil ceria

Sunday, September 27, 2015

Long Distance Relationshit


Hubungan jarak jauh atau bisa disebut long distance relationship (LDR) adalah salah satu jenis hubungan yang dihindari oleh kebanyakan pasangan di bumi (atau planet lain). Karena LDR membuat suatu pasangan tidak bisa selalu bertemu, tidak bisa selalu ada secara fisik disaat salah satunya membutuhkan, namun akan selalu ada dalam masing-masing relung hati terdalam dan pada setiap doa yang dipanjatkan (bagi jomblo yang baca ini dan mau muntah, dipersilahkan).

Gue ngebahas tentang ini karena gue adalah salah satu pelaku hubungan LDR. Yah, meskipun terhiutng belum lama tapi setidaknya 70.588% dari total lama hubungan gue (sampai saat ini) itu dijalani dengan LDR. Dulu, sewaktu gue mau mulai ngerantau, LDR selalu jadi momok menakutkan bagi gue, apalagi gue belum pernahi ngejalanin LDR, sedangkan cewek gue udah pengalaman. Setidaknya hal itu cukup ngebuat gue tenang karena salah satunya udah ada yang pernah ngejalanin. Tapi dengan pedenya gue bilang ke cewek gue, 'tenang aja, aku juga bisa kok,' kalimat penenang yang sampai saat ini masih terbukti kalau gue bisa dan semoga akan tetap selalu begitu. Karena jika hubungan ini terus berlanjut sampai gue pulang lagi (lulus kuliah), maka presentase hubungan gue tanpa LDR cuma  8.33%. 10 persen aja gak ada... Aku sedih...

Menurut gue, tipe LDR itu ada 2, yaitu 1). Pasangan yang tadinya satu kota, tapi karena tuntutan mencari ilmu/kerja sehingga membuat salah satu atau keduanya mengharuskan pergi ke kota lain dan membuat mereka resmi ber-LDR ria. 2). Pasangan yang bertemu di kota tempatnya singgah (kota cowoknya/ceweknya/merantau), sehingga pada saat liburan tiba (semester/lebaran) membuat mereka harus menjalani LDR walaupun sementara. Atau, jomblo yang jika ditanya oleh temannya, 'bro, pacar lo mana?' dan dia mengelak, 'ada, gue  lagi LDR, kok. Gue di sini dan pacar gue di... Masa depan.' Miris.

Gue termasuk penganut LDR tipe 1. Nah, berhubung gue rasa pengalaman gue dalam bidang ini lumayan banyak, gue akan bagikan tips bagi kalian yang baru atau sedang menjalani long distance relationshit ini. Cekidot!

1. Jaga Komunikasi

dapet dari google
Komunikasi. Satu kata tapi ini merupakan kunci dari LDR. Karena dalam LDR media komunikasi itu hanya melalui handphone dan media sosial yang ada di dalamnya. Buat kalian yang kuliah, kalau kalian sibuk dengan tugas atau kegiatan organisasi, usahakan untuk sesekali ngabarin pacar kalian, walau itu hanya sekedar, 

'Aku lagi ngerjain tugas nih, mungkin akan jarang megang hp dulu. Kamu lagi apa? Jangan telat sampai telat makan, ya. Nanti kalau udah selesai aku segera kabarin kamu lagi. I love you,' 

Geli sih... Tapi percaya deh, kalau si cewek/cowok yang nerima sms itu akan ngerasa lebih tenang atau seenggaknya tersenyum kalau nerima sms seperti itu. Simpelnya aja, jangan sampai gak ngasih kabar seharian, karena itu akan ngebuat salah satu pihak mikir macem-macem, apalagi kalau kalian para cowok, punya trek record buruk sebelumnya (suka gonta-ganti cewek tiap malem minggu), pasti ngebuat cewek kalian khawatir dan bisa jadi nuduh kalian berbuat yang menyimpang.

Jaman sekarang, jaman dimana media sosial bertebaran, mulai dari yang cuma chatting doang sampai video call itu ada semua. Tinggal bagaimana kita yang memanfaatkan semua fitur itu. Ingat, jangan pernah meremehkan the power of communication, karena kata salah satu gambar yang gue dapet di Google mengatakan, "Two things can destroy any relationship: unrealistic expectations and poor communication". Gitu.


2. Jaga Hubungan


google lagi
LDR membuat suatu hubungan menjadi rentan akan kata 'putus' atau kata horror lainnya. Maka berusahalah untuk meminimalisir berantem, karena mungkin aja dengan sekali berantem hubngan lo bisa kandas. Beberapa faktor yang ngebuat berantem menjadi sulit berubah menjadi damai adalah media komunikasi yang terbatas. Dengan jarak ratusan kilometer yang membentang, tidak mungkin bisa menyelesaikan masalah secara empat mata, berdasarkan pengalaman gue, menyelesaikan suatu maslah dengan bicara langsung itu hasilnya sangat efektif.

Media komunikasi bagi korban LDR hanya sebatas sms atau telfon. Sedangkan dalam kondisi emosi biasanya ada pihak yang malas untuk mengangkat telfon atau membalas sms, atau juga saat berusaha menyelesaikan lewat telfon dan keduanya terus mempertahankan argumennya tanpa ada pihak yang mau mengalah sehingga kembali menyulut emosi dan akhirnya telfon ditutup, HP dimatikan, masalah belum selesai dan hubungan menjadi runyam. Maka dari itu, bagi pasangan LDR berusahalah untuk menahan egonya masing-masing. Inget, media kalian buat nyelesain masalah itu terbatas, harus ada pihak yang mengalah agar penyelesaian masalah dapat berjalan lancar. Juga inget alasan kalian kenapa mau ngelakuin LDR? Karena kalian percaya kalau bisa ngelewatin itu semua! Kalian pasti pernah berpikir bahwa hubungan kalian gak akan kalah 'hanya' karena jarak!! Maka ingatlah kembali janji-janji kalian sesaat sebelum LDR dulu, wahai pemuda-pemudi!!! Gue yakin tiap masalah pasti punya jalan keluarnya, meski media terbatas gue yakin kalian bisa menyelesaikannya dengan bijak!!!! Semangat buat kalian para pejuang LDR!!!!! Merdeka!!!!!!

Udah sih, gitu aja.

3. Kenal Temannya

google semua bray
Nah, ini juga penting. Upayakan kenal dengan teman yang dekat dengan pacar kita, boleh teman main atau teman belajarnya, asal bukan teman tapi mesra aja, sih... Jangan cuma cari teman yang hanya sejurusan, karena satu angkatan aja bisa gak saling kenal, apalagi satu jurusan.

'Eh, kenal Aldi gak?'
'Aldi mana, ya?'
'Yang dari Banten, angkatan '14,'
'Wah, sorry, gak kenal. Gue angkatan '10.'

Kacau. Kenapa hal ini penting? Karena jika gak ada komunikasi dari doi selama seharian, sebagai pasangannya patut untuk khawatir dong. Nah, di sini fungsi kalau kita kenal dengan temannya doi, kita bisa minta tolong dia untuk cek doi di kostannya atau di kampus. Jika setelah di cek ternyata kata temannya doi cuma ketiduran gara-gara minum obat tidur sebotol, segera lapor ke orang tuanya dan suruh temannya bawa dia ke RS, karena itu  sudah OD.

Fungsi lainnya juga bisa untuk membantu kita apabila ingin memberikan suprise ulang tahun ke doi. Kita bisa meminta tolong kepada temannya, jadi tugas kita akan lebih dimudahkan.

4. Manfaatkan Waktu Sebaik Mungkin

terima kasih, google
Puncak kebahagiaan pelaku LDR adalah saat pasangannya pulang ke kampung halaman. Momen ini harus bener-bener dimaksimalkan untuk menghabiskan waktu berdua, karena pasti lo akan sadar bahwa doi gak akan lama ada di sisi lo secara fisik. Gue yakin dah, kalau berantem dan emosi kalian selama LDR bakal hilang saat lo bisa liat dia dengan mata sendiri ada di depan rumah. Bukan cuma ngeliat, bahkan lo bisa megang dia secara langsung. Megang apa, hayooo? Hayooo megang apa? Biarkan itu menjadi urusan dapur masing-masing~

Seiring berjalannya waktu, akan tiba saatnya doi kembali pergi merantau. Meninggalkan orang-orang yang dicintainya, termasuk lo, dan itu merupakan saat-saat yang dibenci tiap pasangan. Melihat sosok yang disayang menjauh, hingga titik dimana mata tak sanggup lagi menjangkau. Melihat punggungnya berjalan menjauh dam terkadang sosoknya menoleh ke tempat dimana lo beridiri hanya untuk sekedar memastikan bahwa lo tetap di sana, seakan berusaha menahan untuk tidak pergi namun tak bisa.

Hal ini yang harus lo ingat untuk terus ngejaga hubungan lo tetap aman. Gimana lo dan doi melakukan hal-hal gila saat kalian bersama. Tawa dan canda kalian saat doi secara nyata ada di sisi lo. Bagaimana lo dan doi merasa berat meninggalkan satu sama lain. Meski gue juga tau kalau orang emosi kadang pikirannya negatif terus, tapi coba mengingat satu dari sekian banyak momen indah lo bareng doi. Gue sih yakin itu bakal ngeredain emosi, setidaknya kalau emosi lo udah reda, lo bisa lebih tenang atau mengalah dalam adu argumen agar masalah lo dan doi cepet selesai.

---

Nah, itulah beberapa tips dari gue buat pasangan LDR. Bukan maksud menggurui, tapi gue hanya sekedar membagikan sedikit pengalaman gue yang siapa tau ada gunanya. Sebenernya gue ada kesempatan buat pindah universitas agar deket sama cewek gue dan bisa keluar dari LDR, tapi selain faktor gue udah nyaman tinggal di kota pelajar ini, gue juga berpikir andai gue sama dia gak LDR, apa ceritanya bakal sekompleks sekarang? Gue ngerasa semakin sayang saat gue pergi ninggalin dia untuk merantau. Gue semakin menghargai arti waktu dan berusaha memberi kesan terbaik kepada dia dengan sedikit waktu yang gue punya. Gue juga ngerasa banyak pelajaran yang diambil agar hubungan gue semakin baik. Belajar lebih tentang arti dari sabar, arti pentingnya komunikasi hingga cara menyelesaikan masalah tanpa berlarut-larut.

Mungkin segini dulu dari gue, apabila ada yang punya tips lainnya bisa ditulis dikolom komentar di bawah. Maaf kalau ada kata-kata yang tidak mengenakkan. Gue pamit undur diri, babay! #ForzaLDR

Friday, April 3, 2015

Chapter I - The Difference

Lucu bagaimana perbedaan bisa membuat dua insan manusia bersatu. Menjalin hubungan dengan dasar perbedaan pendapat hampir di semua aspek. Kegelapan, merupakan salah satu dari sekian banyak hal yang sering kita perdebatkan. Gue benci kegelapan, sedangkan dia suka menyendiri dalam gelap. Gue nggak bisa tidur dalam keadaan lampu mati, sedangkan ia mudah masuk ke alam mimpi saat pejaman mata pertama dalam ruangan tanpa cahaya.

“Nanti kalau kita nikah, pas tidur lampunya harus dimatiin ya!” Merupakan kalimat yang sama yang selalu ia ulang ketika ‘gelap’ sudah masuk topik pembicaraan kita. Gue setuju? Tidak semudah itu.

"Enak aja! Kamu kan tau aku nggak bisa tidur kalau gelap!”

“Iiih! Egois! Pokoknya matiin lampu! Titik!”

“Kamu juga egois! Kalau aku gak bisa tidur, nanti kerjanya lemes, terus gak konsisten pas kerja, dilihat bos terus aku dipecat, nanti kamu dapat penghasilan dari mana?!”

“Kamu lebaay! Le-bay! L-E-B-A-Y! LEBAY!!” Satu jeweran mendarat di telinga kanan gue. Oke, tadi memang terlalu jauh. Beginilah kita, selalu memperdebatkan hal yang belum terjadi dan bahkan belum tentu juga gue dan dia bisa terus bersama sampai sejauh itu. Sebenarnya gue dan dia sudah tau solusi dari perdebatan ini, kita setuju andai kejadian di atas terjadi saat kita menikah nanti, kita akan menggunakan ‘lampu tidur’. Yah, walaupun tidak seterang neon, setidaknya cukup untuk menerangi daerah sekitar tempat tidur. Tapi entah kenapa saat perdebatan yang sama terulang, sulit untuk memberi tahu bahwa kita sudah punya solusinya.

Mesikpun peringatan bahaya tidur dengan lampu menyala sudah banyak di dunia maya, gue tetap berpegang kepada pendirian gue. Oh iya, nama gue Andre, gue hanya seorang pria biasa yang sedang menjajaki dirinya menuju fase dewasa yang sesungguhnya. Hanya seorang pria yang menyukai Avenged Sevenfold (band heavy metal asal California, Amerika Serikat), penyuka segala bentuk olahraga dan pengindap banyak jenis phobia, termasuk flying-cockroachobia, yaitu fobia terhadap kecoa terbang yang gue ciptakan sendiri.

Berbicara mengenai pasangan, hubungan antara dua manusia dengan beda (atau mungkin sama) jenis kelamin. Apapun itu bentuknya, komunikasi merupakan satu fondasi utama dalam membangun hubungan spesial ini. Gue bukanlah seorang expert dalam bidang ini, namun setidaknya gue merasakan betapa besarnya faktor komunikasi, persamaan pendapat dan satu jalan pikiran, mampu meng-handle jalannya suatu hubungan. Seperti halnya gue dengan Laila, gadis yang sejak 2 tahun terakhir telah mengisi hari-hari gue, mewarnainya dengan indah senyumnya dan segala kesempurnaannya. Seorang hawa yang ngebuat gue semakin semangat dalam mendapatkan gelar, ST di belakang nama gue. Gadis yang membuat gue semakin cinta dengan kota yang dikenal sebagai 'kota pelajar' ini. Gadis berambut lurus sebahu yang hobi menggunakan beanie hat abu-abu ketika siang hari dan warna violet ketika malam. Seorang fanatik warna ungu, pecinta Panda, pemetik gitar akustik handal dan piawai dalam memainkan aksara. Saat pertama kali melihatnya di sebuah kafe di daerah Gejayan, dia berhasil mematahkan teori yang mengatakan bahwa pria hanya butuh 8,2 detik untuk jatuh cinta pada pandangan pertama, nyatanya, gue hanya butuh satu kedipan mata untuk meyakinkan bahwa, 'she's the woman that i looking for'.

Laila bukanlah contoh cerminan remaja masa kini, ia punya beberapa social media, namun ia hanya berteman dengan orang-orang yang ia kenal, bukan orang lain yang kenal dia. Bahkan, instagram Laila memiliki jumlah followers yang tidak lebih banyak dari 50 orang. Padahal ratusan orang lainnya menunggu approve dari dia karena Laila membuat akunnya menjadi private. Ia benar-benar memanfaatkan itu sebagai gallery maya-nya. Gue bersyukur karna tidak ada @peninggi_pelangsing_udahtinggi_pendekinlagi ditiap comment box profil dia.

Jujur, hari-hari gue terasa jauh lebih baik semenjak ada Laila, dan hubungan kita selama ini bisa dibilang luar biasa. Gue dan Laila memang terasa seperti satu hati, namun jalan pikiran kita layaknya air dan api, suatu hal yang sulit bersatu. Dia nggak suka junk food, gue seminggu 3x pergi ke restoran fast food. Gue suka Avenged Sevenfold, dia suka band indie, dua genre musik yang berbeda. Dia gak suka nonton film, menurutnya membaca novel jauh lebih menyenangkan, berselancar dalam imajinasi merupakan satu hal yang ia sukai, selain itu, menurutnya juga bisa merasakan perasaan yang dialami oleh tokoh utama, sedangkan gue rutin download film terbaru tiap minggu untuk gue tonton. Dia nggak takut dengan serangga, gue sangat benci dengan yang namanya kecoa.

"Kenapa kamu takut sama kecoa, sih? Itu kan makhluk kecil banget, ukurannya paling cuma se-flash disk," tanyanya ketika kita sedang menikmati malam dengan dua cangkir cappuccino latte digenggaman tangan masing-masing di kafe favoritnya dan menjadi favoritku semenjak pertama melihatnya. Mengambil meja dibagian pojok pada lantai 2 kafe itu. This is our favorite spot. Dengan kaca di sebelah kanan kita yang menyuguhkan pemandangan jalan besar dengan berbagai sorot lampu kendaraan tiap detiknya.

"Iya, tapi kalau dia udah ngeluarin sayapnya dia jadi lebih mengerikan daripada Godzilla yang tingginya 50 meter..... Awww! Sakit!" Telinga kanan gue kembali kena jewer, mungkin saat gue menikah dengannya nanti, gue akan mengasuransikan telinga gue ini.

"Kamu tuh lebaynya nggak ilang-ilang yah, Ndre," suaranya tenang. Ia tersenyum ke arah gue yang sedang mengusap-usap telinga hasil jewerannya. "Sakit? Sini aku yang usap," gue mengangkat satu alis gue dan dia mengeluarkan senjatanya, yaitu senyumnya yang menawan. Dia mendekatkan tangannya ke telinga gue, lalu ia mengusap dengan pelan dan... "LAILAAAAAA!!!" dia sukses ngebuat warna telinga gue beda dari warna kulit gue. Laila tertawa puas, seorang pelayan kafe naik untuk menanyakan apa yang terjadi, Laila mengatakan bahwa gak ada yang perlu dikhawatirkan. Sepertinya gue yang harus menghkhawatirkan masa depan organ luar tubuh gue.

---

Hubungan gue dan Laila memang bukanlah sebuah hubungan yang sempurna, tidak seperti seorang pageran dan putrinya di kerajaan ataupun cerita fairy tale lainnya. Hampir tiada hari yang kita lewati tanpa adu argumen. Dalam satu dan lain hal, kita selalu sukses membuat masalah kecil menjadi besar, namun mampu kita lalui meskipun dengan sedikit ego masing-masing. Ketika kita kembali mengingat apa yang tadi kita perdebatkan, gelak tawa menjadi yang pertama keluar dari mulut kita.

"Kita nih ya, masa gitu aja pakai ribut, hahaha"

"Iya, La, kamu lucu sih, yang begitu gak setuju sama aku,"

"Ah, kamu juga gituuu, suka ngga setuju sama aku, Ndre,"

"Kamu juga,"

"Kamu,"

"Kamu,"

"KAMU ANDREEEE!!!" Akhirnya kita berantem lagi.

Walaupun begitu, dia lah orang yang membuat gue kembali bermimpi. Membuat gue merasa mampu untuk melewati batasan cakrawala. Gue berani memastikan bahwa dialah tujuan gue untuk hidup. Membuatnya selalu bahagia merupakan target tertinggi bagi gue. Ketika mimpi itu telah berada diantara bara semangat, sebuah kalimat mampu meredamkan bara tersebut.

Februari 2015. Pagi hari yang disambut hujan deras beserta petir melanda Yogyakarta. Setelah cukup kuat untuk lepas dari medan gravitasi kasur yang kuat, gue mengambil handphone dan nama 'Laila Indrayanti' tertera di chat Line. Hanya satu pesan darinya, pesan yang lebih mengagetkan gue dari pada suara petir yang menyambar langit pagi Yogya.

'Ndre, i have to go....'


I'll never feel alone again with you by my side,
You're the one, and in you i confide

Avenged Sevenfold - Warmness On The Soul


to be continued


Thursday, February 12, 2015

Berbagai Transportasi Perantau

Hai, guys! Lama tak berjumpa. Postingan kali ini gue akan membahas tentang transportasi yang gue pilih untuk pergi merantau. Transportasi apa aja? Ih kepo.

Jarak merupakan satu hal yang identik dengan merantau. Khusus bagi gue, jarak sekitar 600 km memisahkan gue dengan orang-orang terdekat gue. Untuk itu, perlu transportasi yang memadai demi menempuh jarak sekian ratus kilometer. Sampai saat ini, gue baru mencoba dua jenis transportasi yang gue tumpangi dari kota asal gue menuju tanah rantau, yaitu kereta api dan pesawat terbang. Di sini gue akan berbagi sedikit pengalaman gue menggunakan kedua transportasi ini. Selamat menyimak~

1. Kereta Api


Transportasi satu ini sangat populer di kalangan perantau. Selain harganya yang cukup terjangkau, menurut sebagian orang yang bepergian dengan kereta api mengatakan, "sekalian menikmati perjalanan bro,". Bagi gue, itu gak seluruhnya benar. Waktu tempuh dari Serang-Jogja memakan waktu lebih dari 12 jam. Satu jam pertama, okelah kalo gue menikmati perjalanan dengan melihat keluar jendela, walopun yang terpandang hanya sekedar rerumputan atau terkadang sawah hijau yang membentang luas. Jam-jam berikutnya gue akan berpikir, 'anjir, kenapa ga naik pesawat aja, ya. Sial'

Hanya ada satu kereta dari Serang menuju Jogja dan itu sekitar pukul 9.30 WIB. Tau apa artinya? Artinya itu adalah waktu dimana anak-anak kecil masih seger dan waktu yang tepat bagi mereka untuk bermain, sedangkan bagi gue, itu waktu neraka. Gue selalu berharap gak satu gerbong dengan anak kecil yang gak bisa diem, sayangnya, perjalanan terakhir gue dari Serang ke Jogja berakhir mengenaskan. Dua bocah yang gak tau darimana datengnya tiba-tiba lari sambil teriak-teriak. Gue kira mereka turun dari cerobong asap, tapi setelah gue liat ke atas ternyata ga ada cerobong asap di sini. Gue juga gak liat ada tas atau koper yang terbuka lebar di tempat penyimpanan tas di atas.

Kehadiran dua monster kecil di gerbong ini sukses ngebuat hari gue menjadi buruk. Gue liat jam menunjukkan pukul 12.30, udah 2,5 jam mereka memporakporandakan gerbong 3 kereta Krakatau tujuan Serang-Yogyakarta. 1 jam, 2 jam, 3 jam, 4 jam gue tungguin tapi mereka masih keliatan aktif. Gue curiga mereka pake battre double power, atau mereka lari-lari sambil pake power bank jadi gak ada capeknya. Sampe ketika gue mau tidur dan suasana gerbong mendadak menjadi sunyi. Gue bersyukur karna akhirnya orang tua mereka berhasil menjinakkan monster-monster kecilnya. Saat gue hendak memejamkan mata, gue melihat satu lagi anak kecil, tapi anak yang satu ini sedang dalam gendongan ayahnya. Gue lihat matanya teduh ke arah gue, gue pun melihatnya seakan memberi pesan, 'terima kasih udah tenang dan gak ribut, dek. Kamu mengerti kakak  yang sedang kecapekan akibat kelakuan dua makhluk sebangsamu tadi. Sekali lagi terima kasih, dek, kamu calon penerus bangsa yang hebat. Semoga kelak kamu jadi Presiden, ya,'. Dia nangis. Gue kelamaan ngeliatinnya.

Kejadian unik lainnya yang lo alami ketika naik kereta adalah pertanyaan yang dilontarkan ibu-ibu kalo kebetulan lo dapet tempat duduk di samping atau di depan (buat kereta ekonomi) ibu-ibu. Dari sekian kali gue naik kereta, beberapa diantaranya gue berhadapan dengan ibu-ibu, sehingga gue hafal apa pertanyaan yang akan ditanyakan beserta urutannya, seperti ini:

1. Dari mana, dek?
2. Lalu, mau kemana?
3. Oh, Jogja.. Kerja atau kuliah?
4. Kuliah toh, semester berapa adeknya?
5. Oh baru masuk, ngambil jurusan apa  di sana?
6. Wah, teknik toh, itu loh dek, temennya temen ibu, kalo ga salah anaknya ada yang di situ juga, tapi jurusan manajemen, lulusnya udah lama, sih, adek kenal gak?

Saking seringnya mendapat pertanyaan seperti itu, sempet kepikiran saat gue duduk dan di depan gue ada ibu-ibu, gue berinisiatif memberi tau semuanya terlebih dahulu,

"Permisi ibu, nama saya Aldi, saya dari Serang dan tujuan akhir saya Yogyakarta. Di sana saya kuliah di salah satu PTN di sana. Saya baru masuk tahun ini dan saya ngambil jurusan teknik. Engga bu, saya gak kenal anak temennya temen ibu yang anak manajemen yang lulusnya udah lama itu. Sekian dan selamat menikmati perjalanannya ibu *senyum*," Niat tersebut gue urungkan karna takut anak temennya temen ibu itu bukan anak manajemen.

Sebenernya masih banyak kejadian-kejadian seru yang gue alami ketika berangkat dengan kereta api yang mungkin kalo gue tulis di sini gak akan cukup. Kesimpulan yang gue simpulkan (iyalah, ngaco lo), kereta api punya sisi positif dan negatifnya (semua juga punya positif sama negatif, woy!), yaitu sebagai berikut:

Positif:
1. Harga relatif lebih murah dari pesawat
2. Bisa lebih menikmati perjalanan. -gangguan secara tiba-tiba tidak dapat diprediksi-
3. Gak tau lagi

Negatif:
1. Capek, bro
2. Pegel juga
3. Suka kesel saat berenti untuk menunggu kereta yang lewat
4. Udah sih

Kalo gak mau capek, ada transportasi lain yang lebih cepat yang akan gue bahas setelah ini.

2. Pesawat


Ini dia transportasi tercepat dan tak terlalu menguras tenaga gue ketika harus berangkat merantau. Emang sih gak sesering kereta api, tapi setidaknya cukup lah pengalaman gue dengan menaiki burung besi ini. Burungnya siapa? Gue juga gak tau.

Jujur, gue termasuk orang yang takut dengan ketinggian. Jangankan naik pesawat, naik kora-kora di pasar malem aja gue teriak-teriak, "woy, mas! Udahan woy! Lama banget ini, setaaaaaan!!! Gue belum kawin, maaas, udahaaaan!!!!!". Semenjak itu gue gak akan mau naik kora-kora lagi. Meskipun ditraktir.


Bandara terdekat dari rumah gue (di Serang) adalah bandara Soekarno-Hatta (Cengkareng). Waktu tempuhnya sekitar 1,5 jam. Biasanya gue dianter sama bokap menuju bandara karena jadwal Damri dari Serang yang gak tentu. Sebenernya gak ada  hal yang spesial sih. Menurut gue, lebih banyak cerita unik yang gue alami ketika naik kereta daripada pesawat. Lalu, kenapa gue nulis ini? Entahlah.

Semuanya terasa biasa di bandara. Orang yang belari-lari karna mengejar jadwal keberangkatan, kerumunan orang yang duduk di luar terminal, keluarga yang bercengkrama lebih lama di depan terminal hanya karna tak ingin melepas kepergian salah satu dari mereka, atau orang-orang yang bepergian sendiri (seperti gue) dengan koper kecil atau tas gunung yang melekat di punggung dan tak lupa earphone untuk melepas kepenatan. Setidaknya dengan mendengarkan lagu, gue gak merasa sendirian amat.

Meskipun gue udah beberapa kali naik pesawat, tapi gue selalu gelisah setiap kali duduk di dalam pesawat. Yah, mungkin ini efek ketakutan gue terhadap ketinggian. Penerbangan terakhir gue ketika (maaf) pasca tragedi jatuhnya pesawaat AirAsia yang ngebuat gue berdoa supaya cepet sampe atau berpikir ulang, 'kenapa gak naik kereta aja, ya?'

Cuaca yang sedang meliputi Indonesia sekarang ini semakin ngebuat gue was-was saat itu. Saat pesawat take-off, cuaca sedang berawan dan mau gak mau pesawat masuk ke dalam awan, lalu pesawat mengalami turbulansi yang lumayan bikin deg-degan. Sebenernya gue udah mencoba biasa aja, santai, tenang, akan tetapi ibu-ibu di belakang gue ngebuat suasana gabisa selow. Selama pesawat berada di dalam awan, ibu-ibu di belakang gue mengucapkan, "bismillah, bismillah, bismillah, bismillah," dengan cepat, reflek jantung gue  juga berdetak lebih cepet. Gue liat orang sebelah kiri gue, dia lagi asik denger lagu pake earphone dan kebetulan saat itu earphone gue lagi rusak. Seketika muncul ide di pikiran gue untuk ngebuka sebelah earphone-nya terus teriak di telinganya, "woy kampret, dengerin tuh ibu-ibu belakang, curang lo!", tapi berhubung gue gak kenal dia siapa dan gue gak tau kalo dia orangnya gampang panik atau engga, maka pikiran tersebut gue urungkan.

Akhirnya pesawat keluar dari awan tersebut yang sebenernya cuma 5 menit berada di sana tapi gue ngerasa kayak 5 jam. Pemandangan yang tersaji setelah keluar dari awan mengerikan itu mampu ngebuat gue merasa lebih tenang dengan lautan awan sebagai panorama utama. Cahaya matahari sore terpancar melengkapi kesempurnaan alam ciptaan Tuhan ini.


Menurut gue, bagian terbaik menggunakan transportasi ini adalah ketika pesawat sudah berada di bandara tujuan. Bersyukur. Itu yang selalu gue lakukan saat bisa kembali memijakkan kaki di aspal bandara. Mungkin itulah salah satu cerita mengenai perjalanan gue dengan transportasi ini. Sekarang, gue kasih kesimpulan (menurut gue pribadi) berupa sisi positif dan negatif menggunakan pesawat terbang,


Positif:

1. Lebih cepet
2. Udah kayaknya

Negatif:

1. Harga relatif lebih mahal

Oh iya, dengan kita memilih menggunakan pesawat, berarti kita udah siap menyerahkan nyawa kita di tangan Tuhan, karna kita gak bisa menebak apa yang akan terjadi di atas sana. Ya, walopun sebenernya dengan apapun kita bepergian, kita selalu dibayangi dengan maut. Maka dari itu, jangan lupa berdoa supaya diberi keselamatan agar sampe ke tempat tujuan. :)


Nah, itulah paparan tentang transportasi yang gue gunakan kala pergi atau pulang merantau. Selain dua itu, masih ada transportasi lainnya seperti bis, atau kendaraan pribadi. Tapi, gue lebih menyukai kereta api kalo dengan perjalanan darat, hehe.


Sekian dulu dari gue untuk kali ini. Mohon maaf apabila ada kata-kata yang kurang berkenan. Mungkin jika ada yang ingin membagikan pengalamannya yang masih bersangkutan tentang transportasi, silahkan dibagi di comment box. Gue pamit undur diri. Dadah!

Thursday, January 1, 2015

Assalamualaikum 2015




Assalamualaikum... Semangat 2015!

Hai, udah lama semenjak terakhir gue nguli di sini. Kesibukkan sebagai maba ngebuat produktifitas gue di sini agak tersendat #ciegitu. Ditambah kasus dicabutnya koneksi internet kostan karena... belum pada bayar. Ternyata sifat ge'er gue yang ngira gak ada tagihan  internet dari anak-anak, karna gue pikir bagian gue udah ada yang bayarin dulu. Eh, gak taunya....

Gak kerasa udah pergantian tahun lagi aja. Kerasa sih sebenernya, cuma gak dirasa-rasain aja, karena waktu akan berasa lama kalo dirasain. Contohnya pada jam di dinding di ruangan kelas, kalo lo ngerasa bosen dan berharap kelas segera berakhir, jangan pernah ngeliatin jam, dia akan merasa malu dan geraknya jadi lebih lambat. Lo harus melakukan aktifitas lain yang menyimpang, misalkan yang lain belajar, lo main futsal. Yang lain ngerjain soal, lo ngerjain dosennya. Bebas. Berkreasilah sebelum berkreasi itu dilarang. Itu teorinya.

Kembali ke pergantian tahun, kalo dipikir-dipikir setengah dari tahun 2014 gue masih duduk di bangku SMA, setengahnya lagi gue udah berstatus sebagai mahasiswa #ciegitu. Tahun 2014 gue lewati dengan penuh perjuangan, dimulai dengan Ujian Nasional yang kualitas soalnya ditingkatkan, selang beberapa bulan gue udah disuguhin dengan berbagai test perguruan tinggi. Ketika masuk dunia perkuliahan, gue harus menjalani ospek yang cukup menguras tenanga gue. Namun, dari semua perjuangan itu, terdapat kenangan yang indah dan gak akan keulang lagi dalam hidup gue. Momen ketika perpisahan SMA, saat itu gue menyadari, ini lah gue, dengan setelan jas yang mengantikan seragam putih-abu yang sehari-hari gue pake, gue melihat cairnya suasana ruangan besar itu, penuh dengan canda tawa. Tapi gue yakin, di balik wajah yang ceria itu terdapat perasaan ingin terus bersama, karna mungkin obrolan seperti itu tidak akan terluang esok hari. Ketika kita telah menempuh jalan kita masing-masing. Karena itu lah yang juga gue rasain saat itu.

Tahun 2014 juga memberikan pengalaman baru bagi gue, yaitu menjadi anak kost. Pertama kali gue menjadi anak kost, gue masih merasakan hal yang sama sebagaimana anak rumahan yang bedanya kali ini memiliki uang jajan lebih. Makan di restoran menengah ke atas dan jajan-jajan gak penting. Seiring berjalan waktu, gue semakin menyadari berharga arti sebuah rupiah. Ada kembalian 500 perak langsung gue kumpulin, dan kumpulan 500-an gue sekarang udah satu botol air mineral. Mungkin beberapa tahun lagi gue bisa bayar uang kuliah dari uang ini. Intensitas makan di Burjo (semacam warteg gitu) semakin meningkat tiap harinya. Dari data yang telah gue kalkulasi, dalam 7 hari gue bisa 4 harinya makan di Burjo. Dengan sub data sebagai berikut; 3x nasi-telor, 3x nasi-ayam, sisanya random.

Intinya, gue belajar banyak dari 2014. Gue mendapatkan ilmu, pengalaman dan kenangan indah di 2014. Resolusi gue untuk tahun 2015 ini adalah bisa jadi pribadi yang lebih produktif, inovatif, kreatif, dan reproduktif #loh. So, selamat tahun baru buat semuanya. Semoga kita menjadi orang yang lebih berguna di tahun yang baru ini. Walopun gunanya sedikit, setidaknya biar gak parah-parah amatlah jadi orang. Oh iya, kalo ada yang mau ngasih tau resolusi untuk tahun ini, silahkan tulis di comment box ya!

Gue pamit undur diri, si yu nex taim. Wassalam!