Hai, guys! Lama tak berjumpa. Postingan kali ini gue akan membahas tentang transportasi yang gue pilih untuk pergi merantau. Transportasi apa aja? Ih kepo.
Jarak merupakan satu hal yang identik dengan merantau. Khusus bagi gue, jarak sekitar 600 km memisahkan gue dengan orang-orang terdekat gue. Untuk itu, perlu transportasi yang memadai demi menempuh jarak sekian ratus kilometer. Sampai saat ini, gue baru mencoba dua jenis transportasi yang gue tumpangi dari kota asal gue menuju tanah rantau, yaitu kereta api dan pesawat terbang. Di sini gue akan berbagi sedikit pengalaman gue menggunakan kedua transportasi ini. Selamat menyimak~
Jarak merupakan satu hal yang identik dengan merantau. Khusus bagi gue, jarak sekitar 600 km memisahkan gue dengan orang-orang terdekat gue. Untuk itu, perlu transportasi yang memadai demi menempuh jarak sekian ratus kilometer. Sampai saat ini, gue baru mencoba dua jenis transportasi yang gue tumpangi dari kota asal gue menuju tanah rantau, yaitu kereta api dan pesawat terbang. Di sini gue akan berbagi sedikit pengalaman gue menggunakan kedua transportasi ini. Selamat menyimak~
Transportasi satu ini sangat populer di kalangan perantau. Selain harganya yang cukup terjangkau, menurut sebagian orang yang bepergian dengan kereta api mengatakan, "sekalian menikmati perjalanan bro,". Bagi gue, itu gak seluruhnya benar. Waktu tempuh dari Serang-Jogja memakan waktu lebih dari 12 jam. Satu jam pertama, okelah kalo gue menikmati perjalanan dengan melihat keluar jendela, walopun yang terpandang hanya sekedar rerumputan atau terkadang sawah hijau yang membentang luas. Jam-jam berikutnya gue akan berpikir, 'anjir, kenapa ga naik pesawat aja, ya. Sial'
Hanya ada satu kereta dari Serang menuju Jogja dan itu sekitar pukul 9.30 WIB. Tau apa artinya? Artinya itu adalah waktu dimana anak-anak kecil masih seger dan waktu yang tepat bagi mereka untuk bermain, sedangkan bagi gue, itu waktu neraka. Gue selalu berharap gak satu gerbong dengan anak kecil yang gak bisa diem, sayangnya, perjalanan terakhir gue dari Serang ke Jogja berakhir mengenaskan. Dua bocah yang gak tau darimana datengnya tiba-tiba lari sambil teriak-teriak. Gue kira mereka turun dari cerobong asap, tapi setelah gue liat ke atas ternyata ga ada cerobong asap di sini. Gue juga gak liat ada tas atau koper yang terbuka lebar di tempat penyimpanan tas di atas.
Kehadiran dua monster kecil di gerbong ini sukses ngebuat hari gue menjadi buruk. Gue liat jam menunjukkan pukul 12.30, udah 2,5 jam mereka memporakporandakan gerbong 3 kereta Krakatau tujuan Serang-Yogyakarta. 1 jam, 2 jam, 3 jam, 4 jam gue tungguin tapi mereka masih keliatan aktif. Gue curiga mereka pake battre double power, atau mereka lari-lari sambil pake power bank jadi gak ada capeknya. Sampe ketika gue mau tidur dan suasana gerbong mendadak menjadi sunyi. Gue bersyukur karna akhirnya orang tua mereka berhasil menjinakkan monster-monster kecilnya. Saat gue hendak memejamkan mata, gue melihat satu lagi anak kecil, tapi anak yang satu ini sedang dalam gendongan ayahnya. Gue lihat matanya teduh ke arah gue, gue pun melihatnya seakan memberi pesan, 'terima kasih udah tenang dan gak ribut, dek. Kamu mengerti kakak yang sedang kecapekan akibat kelakuan dua makhluk sebangsamu tadi. Sekali lagi terima kasih, dek, kamu calon penerus bangsa yang hebat. Semoga kelak kamu jadi Presiden, ya,'. Dia nangis. Gue kelamaan ngeliatinnya.
Kejadian unik lainnya yang lo alami ketika naik kereta adalah pertanyaan yang dilontarkan ibu-ibu kalo kebetulan lo dapet tempat duduk di samping atau di depan (buat kereta ekonomi) ibu-ibu. Dari sekian kali gue naik kereta, beberapa diantaranya gue berhadapan dengan ibu-ibu, sehingga gue hafal apa pertanyaan yang akan ditanyakan beserta urutannya, seperti ini:
1. Dari mana, dek?
2. Lalu, mau kemana?
3. Oh, Jogja.. Kerja atau kuliah?
4. Kuliah toh, semester berapa adeknya?
5. Oh baru masuk, ngambil jurusan apa di sana?
6. Wah, teknik toh, itu loh dek, temennya temen ibu, kalo ga salah anaknya ada yang di situ juga, tapi jurusan manajemen, lulusnya udah lama, sih, adek kenal gak?
Saking seringnya mendapat pertanyaan seperti itu, sempet kepikiran saat gue duduk dan di depan gue ada ibu-ibu, gue berinisiatif memberi tau semuanya terlebih dahulu,
"Permisi ibu, nama saya Aldi, saya dari Serang dan tujuan akhir saya Yogyakarta. Di sana saya kuliah di salah satu PTN di sana. Saya baru masuk tahun ini dan saya ngambil jurusan teknik. Engga bu, saya gak kenal anak temennya temen ibu yang anak manajemen yang lulusnya udah lama itu. Sekian dan selamat menikmati perjalanannya ibu *senyum*," Niat tersebut gue urungkan karna takut anak temennya temen ibu itu bukan anak manajemen.
Sebenernya masih banyak kejadian-kejadian seru yang gue alami ketika berangkat dengan kereta api yang mungkin kalo gue tulis di sini gak akan cukup. Kesimpulan yang gue simpulkan (iyalah, ngaco lo), kereta api punya sisi positif dan negatifnya (semua juga punya positif sama negatif, woy!), yaitu sebagai berikut:
Positif:
1. Harga relatif lebih murah dari pesawat
2. Bisa lebih menikmati perjalanan. -gangguan secara tiba-tiba tidak dapat diprediksi-
3. Gak tau lagi
Negatif:
1. Capek, bro
2. Pegel juga
3. Suka kesel saat berenti untuk menunggu kereta yang lewat
4. Udah sih
Kalo gak mau capek, ada transportasi lain yang lebih cepat yang akan gue bahas setelah ini.
2. Pesawat
Ini dia transportasi tercepat dan tak terlalu menguras tenaga gue ketika harus berangkat merantau. Emang sih gak sesering kereta api, tapi setidaknya cukup lah pengalaman gue dengan menaiki burung besi ini. Burungnya siapa? Gue juga gak tau.
Jujur, gue termasuk orang yang takut dengan ketinggian. Jangankan naik pesawat, naik kora-kora di pasar malem aja gue teriak-teriak, "woy, mas! Udahan woy! Lama banget ini, setaaaaaan!!! Gue belum kawin, maaas, udahaaaan!!!!!". Semenjak itu gue gak akan mau naik kora-kora lagi. Meskipun ditraktir.
Bandara terdekat dari rumah gue (di Serang) adalah bandara Soekarno-Hatta (Cengkareng). Waktu tempuhnya sekitar 1,5 jam. Biasanya gue dianter sama bokap menuju bandara karena jadwal Damri dari Serang yang gak tentu. Sebenernya gak ada hal yang spesial sih. Menurut gue, lebih banyak cerita unik yang gue alami ketika naik kereta daripada pesawat. Lalu, kenapa gue nulis ini? Entahlah.
Semuanya terasa biasa di bandara. Orang yang belari-lari karna mengejar jadwal keberangkatan, kerumunan orang yang duduk di luar terminal, keluarga yang bercengkrama lebih lama di depan terminal hanya karna tak ingin melepas kepergian salah satu dari mereka, atau orang-orang yang bepergian sendiri (seperti gue) dengan koper kecil atau tas gunung yang melekat di punggung dan tak lupa earphone untuk melepas kepenatan. Setidaknya dengan mendengarkan lagu, gue gak merasa sendirian amat.
Meskipun gue udah beberapa kali naik pesawat, tapi gue selalu gelisah setiap kali duduk di dalam pesawat. Yah, mungkin ini efek ketakutan gue terhadap ketinggian. Penerbangan terakhir gue ketika (maaf) pasca tragedi jatuhnya pesawaat AirAsia yang ngebuat gue berdoa supaya cepet sampe atau berpikir ulang, 'kenapa gak naik kereta aja, ya?'.
Cuaca yang sedang meliputi Indonesia sekarang ini semakin ngebuat gue was-was saat itu. Saat pesawat take-off, cuaca sedang berawan dan mau gak mau pesawat masuk ke dalam awan, lalu pesawat mengalami turbulansi yang lumayan bikin deg-degan. Sebenernya gue udah mencoba biasa aja, santai, tenang, akan tetapi ibu-ibu di belakang gue ngebuat suasana gabisa selow. Selama pesawat berada di dalam awan, ibu-ibu di belakang gue mengucapkan, "bismillah, bismillah, bismillah, bismillah," dengan cepat, reflek jantung gue juga berdetak lebih cepet. Gue liat orang sebelah kiri gue, dia lagi asik denger lagu pake earphone dan kebetulan saat itu earphone gue lagi rusak. Seketika muncul ide di pikiran gue untuk ngebuka sebelah earphone-nya terus teriak di telinganya, "woy kampret, dengerin tuh ibu-ibu belakang, curang lo!", tapi berhubung gue gak kenal dia siapa dan gue gak tau kalo dia orangnya gampang panik atau engga, maka pikiran tersebut gue urungkan.
Akhirnya pesawat keluar dari awan tersebut yang sebenernya cuma 5 menit berada di sana tapi gue ngerasa kayak 5 jam. Pemandangan yang tersaji setelah keluar dari awan mengerikan itu mampu ngebuat gue merasa lebih tenang dengan lautan awan sebagai panorama utama. Cahaya matahari sore terpancar melengkapi kesempurnaan alam ciptaan Tuhan ini.
Menurut gue, bagian terbaik menggunakan transportasi ini adalah ketika pesawat sudah berada di bandara tujuan. Bersyukur. Itu yang selalu gue lakukan saat bisa kembali memijakkan kaki di aspal bandara. Mungkin itulah salah satu cerita mengenai perjalanan gue dengan transportasi ini. Sekarang, gue kasih kesimpulan (menurut gue pribadi) berupa sisi positif dan negatif menggunakan pesawat terbang,
Positif:
1. Lebih cepet
2. Udah kayaknya
Negatif:
1. Harga relatif lebih mahal
Oh iya, dengan kita memilih menggunakan pesawat, berarti kita udah siap menyerahkan nyawa kita di tangan Tuhan, karna kita gak bisa menebak apa yang akan terjadi di atas sana. Ya, walopun sebenernya dengan apapun kita bepergian, kita selalu dibayangi dengan maut. Maka dari itu, jangan lupa berdoa supaya diberi keselamatan agar sampe ke tempat tujuan. :)
Nah, itulah paparan tentang transportasi yang gue gunakan kala pergi atau pulang merantau. Selain dua itu, masih ada transportasi lainnya seperti bis, atau kendaraan pribadi. Tapi, gue lebih menyukai kereta api kalo dengan perjalanan darat, hehe.
Sekian dulu dari gue untuk kali ini. Mohon maaf apabila ada kata-kata yang kurang berkenan. Mungkin jika ada yang ingin membagikan pengalamannya yang masih bersangkutan tentang transportasi, silahkan dibagi di comment box. Gue pamit undur diri. Dadah!
Akhirnya pesawat keluar dari awan tersebut yang sebenernya cuma 5 menit berada di sana tapi gue ngerasa kayak 5 jam. Pemandangan yang tersaji setelah keluar dari awan mengerikan itu mampu ngebuat gue merasa lebih tenang dengan lautan awan sebagai panorama utama. Cahaya matahari sore terpancar melengkapi kesempurnaan alam ciptaan Tuhan ini.
Menurut gue, bagian terbaik menggunakan transportasi ini adalah ketika pesawat sudah berada di bandara tujuan. Bersyukur. Itu yang selalu gue lakukan saat bisa kembali memijakkan kaki di aspal bandara. Mungkin itulah salah satu cerita mengenai perjalanan gue dengan transportasi ini. Sekarang, gue kasih kesimpulan (menurut gue pribadi) berupa sisi positif dan negatif menggunakan pesawat terbang,
Positif:
1. Lebih cepet
2. Udah kayaknya
Negatif:
1. Harga relatif lebih mahal
Oh iya, dengan kita memilih menggunakan pesawat, berarti kita udah siap menyerahkan nyawa kita di tangan Tuhan, karna kita gak bisa menebak apa yang akan terjadi di atas sana. Ya, walopun sebenernya dengan apapun kita bepergian, kita selalu dibayangi dengan maut. Maka dari itu, jangan lupa berdoa supaya diberi keselamatan agar sampe ke tempat tujuan. :)
Nah, itulah paparan tentang transportasi yang gue gunakan kala pergi atau pulang merantau. Selain dua itu, masih ada transportasi lainnya seperti bis, atau kendaraan pribadi. Tapi, gue lebih menyukai kereta api kalo dengan perjalanan darat, hehe.
Sekian dulu dari gue untuk kali ini. Mohon maaf apabila ada kata-kata yang kurang berkenan. Mungkin jika ada yang ingin membagikan pengalamannya yang masih bersangkutan tentang transportasi, silahkan dibagi di comment box. Gue pamit undur diri. Dadah!