Thursday, November 12, 2015

Teruntuk yang Sedang Patah Hati




Hai, lama tak jumpa. Maaf karena terlalu lama hilang. Banyak tekanan yang membuat gue jarang buka blog, bahkan jarang nyalain laptop Tapi tekanan itu sekarang sedikit berkurang sehingga gue ada kesempatan buat memindahkan isi pikiran gue ke sini. Gue akan ngomongin tentang satu hal, yang mana sepertinya sudah ditakdirkan ada pada tiap insan di bumi ini, patah hati.

Selamat membaca.

Gue percaya kalian yang baca tulisan ini pernah merasakan hal yang sama, namun dengan sakit yang berbeda. Dengan ceritanya sendiri dan dengan pelajarannya sendiri. Patah hati sering dianggap sebagai salah satu bumbu dalam hidup, bisa membuat hidup lebih baik ketika kita bisa mengambil hikmah darinya, namun bisa membuat lebih pahit ketika kita tak urung menemukan bumbu lain yang bisa menutupi pahitnya rasa sebuah patah hati.

Patah hati selalu meninggalkan lubang besar dalam relung hati terdalam, yang bahkan satu-dua kebahagiaan tak cukup untuk menutupi lubang tersebut. Jika kita melihat orang yang sedang patah hati bahagia bersama temannya, belum tentu ia merasakan hal yang sama apabila ia berada di kamarnya sendiri dengan kesendiriannya. Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa bahagia ialah obat dari patah hati. Mungkin saat bersama teman dan mengunjungi tempat yang dulu pernah dikunjungi dengan orang yang sempat kita sayangi, ada sebuah memori yang sebenarnya tidak ingin diingat, tapi secara spontan muncul ke permukaan. Hal yang harus dilakukan ialah terus tersenyum dan menikmati momen bersama teman tersebut, mungkin tiap tawa yang terpancar di wajah ada hati yang terus teriris. Tawa yang sama namun berbeda rasa. Bagaikan luka yang ditetesi alkohol, perih memang, tapi percayalah, itu obatnya.

Selama hampir 20 tahun gue hidup, banyak hal yang telah terjadi dalam hidup gue. Mencintai dan dicintai. Menyakiti dan disakiti. Meninggalkan dan ditinggalkan. Keberhasilan dan kegagalan. Begitu banyak pelajaran yang gue ambil dari semua pengalaman itu. Hal bersifat positif-negatif kerap gue alami. Seperti yin dan yang, semua itu diciptakan untuk keseimbangan hidup. Gue pernah nangis selama 2 jam dari jam 12 malem sampe jam 2 pagi karena nama gue gak ada di pengumuman “murid diterima” di SMA yang dulu sangat gue impi-impikan. Namun, satu minggu kemudian gue diterima di salah satu SMA negeri terbaik di kota tempat gue tinggal. Kebetulan, itu pertama kalinya gue ketirma di sekolah negeri atas usaha sendiri. Di situ gue percaya, Tuhan punya cara sendiri dalam mengatur semesta, menempatkan kesedihan dan kebahagiaan berdamipingan, menimbulkan senyum dari wajah yang sempat lupa bagaimana caranya tersenyum. Mungkin disaat gue bahagia dengan pengumuman diterimanya gue, ada puluhan atau bahkan ratusan anak lainnya yang ingin ada di posisi gue, tapi sekali lagi gue percaya kalo Tuhan punya cara-Nya sendiri. Gue percaya mereka menemukan kebahagiaan mereka sendiri yang mungkin gak akan mereka dapatkan di tempat lain.

Begitu pula dalam kehidupan asmara gue. Udah banyak cerita terjadi dan pelajaran yang gue ambil. Dari jaman ‘cinta monyet’, sampe jaman: “monyet, pacaran terus lo!”. Dari jaman bales-balesan komen di facebook, sampe akhirnya gue mikir kalo gak perlu ngumbar hubungan, cukup gue dan dia saja yang tau. Dari jaman nembak cewek harus nyari tanggal yang bagus, sampe mikir kalo tanggal bagus itu gak penting, yang penting berapa lama hati gue menetap di hatinya. Tiga masa pacaran pertama gue semuanya dimulai tanggal 1 dan merupakan tanggal bagus menurut gue, dulu hal itu pernah gue banggain, sekarang gue berpikir kalo ternyata taraf kebanggaan atas apa yang gue lakukan hanya serendah itu…

Banyak sakit hati yang gue rasain selama ini, namun gue hanya merasakan beberapa kali patah hati. Karena menurut gue patah hati dan sakit hati merupakan hal yang berbeda, Pedihnya patah hati lebih dalam dari sakit hati. Jujur, gue benci keduanya. Tapi tanpa keduanya gue gak akan jadi gue yang sekarang ini. Gue benci dengan hadirnya dua elemen ini tiap gue memulai suatu hubungan. Tapi jika salah satunya gak ada, mungkin gue gak akan sadar dengan banyaknya kebodohan yang gue lakukan. Hal yang sebenernya kita benci, ternyata menuntun kita ke pribadi yang lebih baik.

Seiring berjalannya waktu serta bertambahnya usia, rasa sakit yang ditimbulkan akibat patah hati semakin dalam meskipun sebenernya udah pernah kita rasakan sebelumnya. Misalkan sewaktu gue diputusin pas SMP dulu-iya, gue yang diputusin-, saat itu ya, cuma sekedar galau-galau najis biasa, mungkin kalo sekarang terjadi hal itu akan terasa lebih berat. Perkembangan jaman juga membuat rasa patah hati yang berbeda, dulu patah hati karena ditolak dengan alasan, “maaf kayaknya kita temenan aja deh,”, lebih ‘mendingan’ dibanding alasan, “maaf, aku udah nganggep kamu kayak om aku sendiri.' Loh?

Seperti yang sudah gue bilang, tiap orang pernah merasakan patah hati dalam hidupnya-setidaknya sekali seumur hidup. Sejatinya patah hati hanya mewariskan dua hal; kenangan dan penyesalan. Dimana jika keduanya berkecamuk dalam diri akan melahirkan kepedihan yang teramat dalam. Luka yang ditimbulkan oleh patah hati tak mudah diobati. Butuh waktu yang tidak sebentar untuk dapat menutupi luka tersebut, itupun hanya 98% yang dapat terobati, karena 2%nya adalah kenangan; yang tidak bisa dilupakan, tetapi hanya tertimbun diantara jutaan memori lainnya, namun dapat naik ke permukaan kapan pun ia mau.

Yogyakarta, kota dimana gue menuntut ilmu, baru memasuki musim hujan. Musim dimana alam seakan mengerti suasana hati beberapa manusia. Setiap sudut kota Jogja romantis, katanya. Bagi mereka yang mempunyai pasangan, mungkin saat ini agak kesulitan untuk mengeksplore kota Jogja lebih jauh, tapi buat mereka yang tengah dalam kepedihannya, hujan seakan mengingatkan mereka tentang kenangan. Cukup berada di kamar sendiri dengan hujan deras di luar, menangis tanpa takut terdengar yang lain, karena hujan membantu menutup suara tangis tersebut. Hujan tak akan selamanya turun, juga dengan tangis. Begitu hujan reda, tangismu mengikuti. Begitu matahari kembali terlihat, di situ dirimu kembali tampil ceria