Tuesday, December 31, 2013

Beautiful Midnight

Tak banyak yang bisa ku ingat. Tentang masa lalu. Tentang semua suka dan duka yang tersimpan dalam kotak memori. Namun, segala hal yang berkaitan tentang dirimu, selalu ku ingat. Jika ku coba melupakan, tak beda dengan ku melupakan kehidupanku sendiri.
---
           Hujan deras turun sejak semalam, membuat udara pada pagi itu menjadi sangat dingin. Ini bukan merupakan daerah dengan cuaca sejuk, melainkan daerah dataran rendah dengan hawa panas yang selalu menyambangi tiap hari. Selasa pagi yang dingin membuat sebagian orang merasa enggan untuk menjalani aktifitas di awal minggu ini. Para pekerja, pelajar, bahkan ibu rumah tangga merasa hawa dingin ini memaksa mereka untuk melekat lebih lama pada kasur. Para pengendara motor yang pada saat itu belum banyak jumlahnya akan memaksimalkan waktu dengan menambah jam tidur dibalik alasan, “Maaf Pak/Bu, tadi hujan deras dan saya tidak punya jas hujan. Jadi, saya menunggu hujan agak reda dulu.”
          Hawa dingin yang tak biasa ini pun memasuki rumah-rumah penduduk. Mereka yang pada hari normal menggunakan air conditioner atau kipas angin, kali ini  harus berpikir ulang karena menganggap bahwa itu bukanlah ide yang baik. Tak terkecuali dengan rumah kecil bergaya zaman Belanda dengan halaman yang membentang luas serta beberapa pohon dengan akar yang menancap kokoh di bawahnya. Hawa itu merambat masuk ke dalam sebuah kamar kecil melalui ventilasi udara.  Kamar yang di dalamnya terdapat bocah berambut cepak sedang terlelap di bawah selimut tebalnya.
          “Dit... Adit... bangun nak, waktunya sekolah,” seorang perempuan paruh baya yang tak lain adalah bunda dari bocah tersebut, tampak mencoba membangunkan anaknya dengan menggoyang-goyangkan tubuh anak itu dari pinggir ranjang.
          “Hmmm... hmmm,” Adit. Begitulah nama bocah itu. Ia menggeliat berusaha kabur dari tangan sang bunda demi meneruskan tidurnya.
          “Adit, bangun dong nak, ini udah hampir jam 6. Kalau kamu gak siap-siap dari sekarang nanti kamu telat,” Bunda tidak menyerah, dengan sifat lembut khas seorang ibu ia terus berusaha membangunkan buah hati tunggalnya itu.
           “Adit, nanti sore bunda sama ayah mau pergi ke rumah nenek. Kalau kamu hari ini gak sekolah, kamu gak bunda ajak ya,” mendengar pernyataan Bunda, Adit langsung melompat keluar dari kasurnya dan berlari ke luar kamar seraya berteriak, “Nanti sore Adit ikut ya, Bun!”. Bunda hanya tersenyum melihat tingkah bocah 8 tahun itu. Bunda beranjak dari tempatnya, kemudian mulai merapikan tempat tidur dengan sprei motif Doraemon tersebut.
---
          Deru mobil BMW 318i keluaran tahun 1990 menggema ketika memasuki pekarangan sebuah rumah tua yang tampak besar. Salah satu mobil yang tergolong mewah pada saat itu. ‘BRAK!’ suara pintu mobil terbanting keras ketika mesin mobil berhenti.
       “Adit! Pelan-pelan dong nutupnya,” seru Bunda. Namun, Adit menghiraukan pernyataan Bundanya, ia berlalu ke arah pintu depan sambil berteriak kencang, “Nek... Nenek... Assalamualaikum Nenek!”.
             Lihat tuh, Bun, Adit selalu semangat kalau diajak ke rumah Ibu,” Ayah tersenyum dari dalam mobil melihat tingkah putranya itu.
          Halaman merupakan tempat favorit Adit untuk bermain. Bukan bermain suatu permainan selayaknya anak seusianya. Ia tak bermain gasing, gundu, atau permainan lainnya. Melainkan membaca berbagai buku cerita yang koleksinya selalu bertambah satu tiap bulannya. Bunda memahami hobi Adit yang gemar membaca, maka dari itu Bunda tak lupa meyisihkan uang bulanan demi membelikan buku cerita untuk Adit.
           Meski banyak koleksi buku cerita, tapi hanya cerita ‘Si Kancil’-lah yang melekat di hati Adit. Cerita tentang bagaimana seekor kancil yang berhasil mengelabui gerombolan buaya agar bisa sampai ke seberang sungai. Entah kenapa cerita ini sangat disukai Adit. Meskipun berulang kali ia membacanya, berulang kali pula ia mengulangnya.
         Sore itu, di halaman rumah nenek, Adit ‘bermain’ dengan buku-buku ceritanya. Dengan posisi tengkurap di atas hamparan rumput yang hijau dan di bawah langit sore yang menguning, Adit membuka lembar demi lembar buku cerita bergambarnya. Ekspresi wajahnya ceria tiap kali halaman ‘mainan’ miliknya berganti. Topi biru muda yang selalu digunakan Adit kalau ke luar rumah seakan melindunginya dari terpaan sinar mentari sore.
        “Kamu lagi baca apa? Kayaknya seru,” suara yang cukup mengagetkan Adit. Ia mengadahkan kepalanya ke arah pemilik suara. Anak perempuan dengan dress putih dan bando dengan warna serupa di atas rambut bergelombangnya berdiri tepat di sebelah Adit.
          “Dongeng kesukaanku, Si Kancil, ngomong-ngomong kamu siapa?”
          “Aku Denia, salam kenal,” gadis perempuan itu menjulurkan tangannya.
          “Adit,” ia menjabat tangan gadis kecil itu dengan hangat.
      “Boleh aku ikut membaca denganmu?” dengan satu anggukan pelan, Denia ikut membaca bersama Adit. Menghabiskan sore berdua dengan canda tawa khas anak kecil yang seakan tak memikirkan hal lain selain bermain dan bermain. Tak ada pikiran membayar tagihan listrik, membayar tagihan telfon, atau tagihan di warung makan yang menumpuk. Hanya ada kegembiraan dan keceriaan yang terbesit pada diri mereka.
         “Kamu kenapa pakai baju serapih itu?” pertanyaan yang sebenarnya sejak awal ingin Adit tanyakan namun tertahan oleh cerita Denia tentang kakak pertamanya yang suka menjahilinya di rumah dan kakak keduanya-lah yang menjadi malaikat pelindung bagi dirinya jika kakak pertama mulai iseng kepadanya.
         “Oh iya! Aku jadi lupa! Aku tadi mau ke pesta ulang tahun temanku, tapi kebetulan lewat sini dan melihat kamu, nggak jauh dari sini kok. Mungkin sekarang masih sempat, kamu mau ikut?”
           “Tapi aku enggak kenal siapa-siapa di sini,” Adit melihat Denia sudah beranjak dari sisinya dan kini berdiri tepat dihadapan Adit yang masih dengan posisinya semula.
         “Aku yakin kamu bisa punya banyak teman di sini. Kamu anaknya asik kok,” Denia kembali menjulurkan tangannya, tanpa menunggu lama Adit meraih tangan gadis itu. Mereka pergi ke pesta ulang tahun teman Denia yang dimaksud dengan bergandengan tangan dan tidak lupa, wajah ceria yang terlukis diantara keduanya.
---
         Hari mulai gelap, di depan teras beralaskan kayu rumah tua tersebut, tampak Bunda sedang gelisah. Menantikan seseorang pulang. Menantikan pangeran dalam hidupnya kembali. Menantikan Adit datang.
           “Duh, ini udah lewat maghrib, kemana ya Adit?” Bunda tak henti-hentinya berjalan untuk meredakan kegelisahanya yang sebenarnya memang tak bisa dihilangkan.
          “Kamu tunggu aja toh dik, kan mas Agung juga lagi nyari pakai mobil, kita doakan aja Adit ndak kenapa-napa,”
        “Tapi bu, Adit nggak biasanya main sampai jam segini, apa lagi ini bukan di daerah rumahnya, dia mana hafal jalan, bu, kalau dia nyasar bagaimana?”
          “Adit itu mirip ayahnya, dulu mas Agung juga sering keluyuran sampai malam, sampai-sampai ibu sama almarhum bapak kewalahan buat nyarinya. Ndak taunya dia ketiduran di taman main deket sini, kelakuan suamimu itu toh dik, ada-ada saja saat masih kecil. Sama kayak Adit sekarang ini,” kenang Nenek Adit mengisahkan. Mendengar cerita itu cukup menenangkan hati Bunda yang gelisah. Tak berapa lama kemudian...
              Brumm... Brumm...
          Suara mobil yang tak asing lagi di telinga Bunda. Bunda masih harap-harap cemas dengan kehadiran suaminya, ia khawatir hanya hasil nihil-lah yang dibawa pulang. Ayah turun dan membuka pintu belakang, dengan menggendong Adit yang dalam keadaan terlelap beliau berjalan memasuki rumah yang disambut tangis haru sang Bunda. Kegelisahannya menghilang ketika ia menggenggam erat tangan pangeran hidupnya tersebut.
         “Mas ketemu Adit di taman deket sini, dia ketiduran di sana dan ditemani gadis bernama Denia, katanya ia tadinya mau membangunkan Adit cuma karena melihat Adit sangat lelap, makannya dia nunggu kita buat nyari Adit,” Ayah menjelaskan.
           Nenek membalas dengan seyuman ketika mendengar cerita tentang cucunya, Bunda tersenyum lega ke arah Nenek. Ternyata benar, sifat dan kelakuan Adit sama seperti Ayahnya ketika masih kecil. Like father like son.
        “Kita biarkan dulu dia tidur di sini, kasihan juga Adit,” Bunda menganggukkan kepala tanda setuju atas pemintaan mas Agung, suaminya.
          Malam itu, hujan kembali turun, di sebuah kamar berukuran kecil dengan satu kasur berukuran sedang, satu keluarga tertidur dengan lelapnya, saling berpelukan membentuk kehangatan dalam dinginnya udara di luar sana. Adit, dengan wajah polosnya, ia sangat nyaman tidur diantara kedua orangtuanya.
---
           Esoknya, mereka pulang dan Adit tak sempat mengucapkan salam perpisahan kepada gadis bernama Denia itu. Perkenalan hangat tanpa diiringi perpisahan yang manis. Ada yang mengganjal di hati Adit ketika melihat pekarangan rumah Neneknya menjauh dari pandangan. Semakin jauh, semu, hingga akhirnya tak tampak lagi. Adit akan merindukan sosok ceria Denia, sedangkan hatinya, akan merindukan kenyamanan yang tercipta antara keduanya. Di pagi dengan langit gelap dan perlahan awan mulai menjatuhkan beban yang ditampungnya, langit seakan mengerti apa yang dirasakan Adit. Seakan tak ikhlas jika mereka harus berpisah.
          Di ruang tamu rumah yang asri, seorang gadis kecil menghadap ke arah luar jendela dengan gorden yang terbuka, menatap kosong ke arah halaman yang mulai tergenang air, menyambut datangnya hujan kecil pada pagi itu. Tetesan air yang jatuh seperti menghantarkan salam perpisahan yang disampaikan Adit di perjalanan pulangnya. Gadis itu tak tahu apakah bocah bertopi biru itu akan kembali atau tidak. Adit tak tahu apakah ia bisa bertemu kembali dengan Denia atau tidak. Mereka hanya diam membisu di tempatnya, berbicara pada hati masing-masing, biarkan hujan yang menerjemahkan kegelisahan mereka.
---
          Perpisahan yang cukup menyita waktuku untuk memikirkannya. Waktuku tersita cukup banyak hanya untuk sekedar memikirkannya pada saat itu. Tapi harus kuakui, senyumnya, tawanya, sikapnya, merupakan yang terbaik setelah Bunda.
          Perlu waktu yang tak sebentar untuk bertemu gadis itu, di saat gadis dengan gaun dan bando putih banyak bermunculan, ia sudah berpenampilan sedikit lebih dewasa dari lainnya.
---
      Kesibukkan Ayah dalam mengurus proyeknya membuat waktu untuk bersama agak berkurang. Kunjungan ke rumah Nenek pun menjadi imbasnya. Kegiatan rutin sebulan sekali menyambangi rumah Nenek menjadi terbengkalai. Sudah 5 bulan ini mereka tak berkunjung ke sana. Mungkin tak terlalu masalah bagi Ayah dan Bunda, tapi bagi Adit, ini merupakan masalah besar. 5 bulan menahan rindu yang tak lain masih dalam lingkup ‘cinta monyet’ tak mudah bagi anak seusianya.
        “Adit, kamu liburan sekolah mau kemana? Sekalian kita ngerayain tahun baru,” pertanyaan dari sang Bunda yang mengejutkan Adit. Tentu Adit sudah tau akan kemana.
         “Adit mau di rumah Nenek aja, Bun,” Bunda hanya mengangguk dan mengelus-elus rambut Adit. Lusa pagi, mereka berangkat ke rumah Nenek. Perasaan senang Adit menjadi dua, pertama karena liburan sekolah dan tahun baru, kedua, ia harap bisa bertemu Denia.
              BRAK!
         Gelengan kepala dari Bunda ketika Adit kembali menutup pintu mobil dengan keras. Ayah kembali melontarkan tersenyum dengan prilaku anaknya itu.
             “Nek.... Nenek.... Assalamualaikum...,”
         Setelah cukup bercertia tentang sekolahnya kepada Nenek, Adit menyanggahi tempat favoritnya. Halaman luas dengan hamparan rumput hijau yang halus. Sore itu, gumpalan awan membentuk karya alam yang indah, menambah rasa nyaman Adit untuk berlama-lama dengan ‘mainannya’ di bawah terik mentari yang tak terlalu panas sebenarnya, namun, topi biru kesukaannya tak jua dilepas walau cuaca sedang bersahabat.
          Adit memanjakan diri dengan bermain bersama ‘mainannya’. Kali ini tampak ada yang berbeda. Lembar demi lembar silih berganti. Gambar dari buku cerita berubah tiap lembarnya. Satu konflik dan konflik lainnya sudah terselesaikan hingga berakhir dengan akhir yang bahagia. Namun berbanding terbalik dengan Adit, gadis yang ia tunggu untuk membaca bersama-pun tak kunjung terlihat batang hidungya.
          Tetesan air kembali jatuh dari angkasa, gerimis kecil melengkapi kesepian bocah lelaki itu. Adit menatap langit. Wajahnya manisnya menantang air untuk membasahi kenignya, turun melalui pelipis hingga akhirnya jatuh ke tanah.
            “Adit, masuk, nak, di luar sudah mulai hujan,” Bunda memanggil Adit dari depan pintu yang terbuka.
         “Iya, Bun,” jawab Adit lemah. Adit berlari kecil menghampiri Bunda, “Bun, pintunya jangan ditutup, ya,” pinta Adit yang membuat Bunda heran.
            “Memangnya kenapa, Adit? Di luar kan dingin, nanti dinginnya masuk ke dalam rumah lho,”
          “Gapapa, Bun, Adit mau ngersain dinginnya hawa hujan di sore ini,” Bunda mengerti keinginan anaknya. Namun, bukan itu maksud sebenarnya, Adit ingin pintu ini selalu terbuka, agar dia, permaisuri dengan gaun putih itu tahu bahwa ada seseorang yang menunggu dirinya. Di depan pintu rumahnya, dibawah tetesan hujan yang mulai membesar, ada bocah lelaki bertopi biru sedang menunggu... dan menunggu....
---
          “Adit, kita ke taman yuk, sebentar lagi kan tahun baru, biasanya di sana ada pesta kembang api, sekalian kita makan jagung bakar di sana,” ajak Ayah. Adit bersoak gembira, ia bergegas mengambil sebuah buku dan senter, serta tak lupa topi biru kesukaannya.
          “Kamu kok bawa buku?” tanya Ayah sambil memakaikan jaket dengan warna serupa kepada anaknya. “Biar kamu nggak kedinginan,” sebuah senyum dari Ayah menyelesaikan proses pemakaian jaket Adit.
         “Selagi nunggu pergantian tahun, Adit mau baca ini dulu, Yah, tadi belum selesai bacanya,” Ayah sangat memahami hobi anaknya ini, ia kembali tersenyum sembari mengangguk, dan menggandeng tangan kecil Adit. “Kita jalan kaki aja ya, nanti Bunda nyusul, lagi ngobrol sama Nenek dulu soalnya,” Adit mengangguk lemah tanda setuju. Mereka berjalan keluar bersama. Hanya seorang ayah dan anaknya yang luar biasa.
---
           “Ayah beli jagung dulu ya di sana, kamu tunggu di sini sebentar, oke?” kata Ayah sambil mengacungkan jempolnya, yang dibalas hal yang sama oleh Adit.
             Duduk dibangku taman sambil membaca sebuah buku dan berkat senter yang tadi ia bawa maka ia tak kekurangan cahaya yang dapat merusak matanya.
          “Sekarang kamu baca buku cerita apa lagi?” suara yang tak asing tertangkap gendang telinga Adit. Suara dari karah kiri dirinya. Dia tau malam ini akan semakin lengkap dengan kehadiran sosok pemilik suara yang barusan menyapanya itu.
           “Ini bukan buku cerita, ini sebuah novel,” Adit tersenyum ketika tahu bahwa ia kini bertemu bidadari kecilnya lagi.
             “Oh ya? Novel apa? Kamu suka banget baca ya?'
            “Tintin, aku penasaran aja sama ceritanya, belum habis semua sih. Iya, aku lebih suka membaca dari pada bermain di luar rumah,” jawaban yang membuat Denia, yang kali ini menggunakan dress yang sama, namun dengan warna berbeda, warna biru dongker. Warna yang terkesan menyatu dengan gelapnya malam. Namun, berkas cahaya yang terpancar dari wajah mungilnya, cukup membuat fokus mata Adit terkunci ke arah Denia.
         “Boleh aku ikut membaca bersamamu?” anggukan pelan dan senyum manis Adit menghangatkan malam dingin itu. Di bawah sinar rembulan, di bawah lampu taman, di bawah sinar dari senter kecil milik Adit, rasa kerinduan yang lama terpendam, akhirnya dapat tersalurkan pada sebuah malam dingin di penghujung tahun.
---
           “Eh, ada temennya Adit ternyata, om lupa, siapa namanya?” tanya Ayah dengan memegang kantung plastik berisi 3 jagung bakar.
          "Denia om,” dengan ramah dan senyum manisnya yang khas, Denia membalas pertanyaan Ayah Adit.
           “Kebetulan, om bawa 3 jagung bakar, tadinya sih... 2 buat Adit, dia suka ngambek kalau cuma makan satu jagung bakar,”
           “Ah, Ayah, jangan ngomong gitu dong,” Ayah tertawa sembari menghidar ketika Adit berusaha mencubitnya. Melihat tingkah ayah dan anak itu, Denia hanya bisa menahan tawa.  Ia diberi 1 jagung bakar oleh ayah Adit, mereka menghabiskannya bersama di atas bangku taman, diselingi canda tawa diantara ketiganya.
         “Nah, itu Bunda sama Nenek datang,” kata Ayah sambil menunjuk ke arah keduanya dengam mulut penuh jagung yang berlum tertelan.
        “Kayaknya ada yang asik makan jagung bakar tapi nggak bagi-bagi nih,” sindir Bunda dan diikuti tawa lainnya.
          “Sebentar lagi pergantian tahun, yuk ke tengah taman, udah ramai juga disitu,” ajak Ayah yang disetujui oleh ‘pasukannya’. Taman dengan air mancur berbentuk lingkaran di bagian tengahnya, di kelilingi rumput halus dan pohon yang rindang, terasa sangat asri. Saat itu, polusi udara belum banyak memberi dampak negatif bagis atmosfer kita. Sangat natural.
          Mereka berlima duduk di atas rumput taman, Bunda, Nenek, Ayah, Adit dan Denia bersiap menyambut tahun baru. Bersiap memulai lembar baru dalam kehidupan masing-masing. Satu genggaman erat tangan Adit pada jemari-jemari Denia cukup menyatakan tak ada hati baru diantara keduanya.
             5....4....3...2...1..
             BAM!!!! TAAAR!!!! PLETAK!!!!
      Suara petasan menggema mengguncang angkasa, menghiasi gelapnya malam, menyaingi terangnya sinar rembulan dan bintang-bintang. Terompet tak henti-hentinya ditiup. Aura perayaan tahun baru terasa sangat kental. Adit dan Denia terpana melihat langit penuh dengan percak-percik kembang api. Malam itu, 1 Januari 1996, kehangatan, kerekatan, kebersamaan, terbalut indah dalam satu malam.
---
             Kini, seorang bernama Denia Alica Wiharja, gadis bergaun biru dongker pada malam tahun baru 17 tahun silam, ada dalam rangkulanku dengan menggunakan gaun serupa dengan ukuran yang berbeda. Dengan terbalut sebuah cincin pada masing-masing jari manis kami. Dengan seorang pangeran kecil yang berada diantara kami. Di atas kap mobil di daerah Ancol, kami menunggu detik-detik pergantian tahun menuju 2014
             5...4....3...2...1
             Ribuan orang yang ada di sana mulai menghitung mundur.
          Aku memejamakan mata. Suara dentuman yang nyaris serupa dengan tahun-tahun sebelumnya kembali terdengar. Aku membuka mataku perlahan, malam dimana bulan merasa memiliki saingan dalam hal menyinari, malam dimana social media penuh dengan kicauan-kicauan berawalan kata, ‘selamat’. Kalian masih ingat dengan hobiku sewaktu kecil? Hobi yang kutekuni hingga dewasa kini, bedanya, kali ini aku berperan sebagai pemain, bukan si penikmat lagi. Percayalah, jika kalian mempunyai hobi yang positif, tekuni dengan perlahan, maka hobimu itu akan mengantarkan kalian pada kesuksesan kelak.
        Malam ini, aku analogikan sebagai buku, dimana pada detik-detik pergantian tahun kita sudah sampai pada bagian daftar pustaka, atau pada sebuah novel.. umm, mungkin bagian tentang penulis. Mereka mengatakan, ‘mari memulai lembar baru’, tapi pada sebuah buku, tak ada lembaran baru setelah daftar pustaka atau tentang penulis. Aku akan mengatakan, seharusnya kita menyiapkan buku baru, buku baru yang polos tanpa goresan tinta sedikit pun. 365 hari ke depan, 365 halaman baru, kita mengisi halaman itu dengan tinta masing-masing. Entah tinta hitam, atau berwarna. Kita mencoba lebih baik di tahun yang baru, mencoba lebih, dari apapun yang kita inginkan.
        “Selamat tahun baru 17 sayang,” bisikku.
        “Lho, sekarang kan 2014, kok 17?” ia menaikan alisnya, aku tersenyum.
      “Tahun baru ke 17 kita bersama,” ia tersenyum, aku pun begitu. Dengan satu kecupan di dahinya, kita menghabiskan waktu di bawah sinar rembulan, dibawah gemerlapnya langit malam. Selamat tahun baru 2014!

Sunday, December 15, 2013

Saat-saat Tepat Untuk Melanjutkan Obrolan dan Menghentikannya

Assalamualaikum...

Di Minggu siang ini gue akan cuap-cuap sedikit tentang kapan kita harus melanjutkan suatu perbincangan dengan gebetan dan kapan kita harus menghentikannya. Pembahasan dibawah semuanya menurut gue pribadi ya.

Ada masanya, di mana saat kita sedang pdkt dengan lawan jenis, kita nggak mau dengan yang namanya ‘gak ngobrol satu haripun’. Mungkin kalo gebetannya deket atau satu sekolah/kampus/kantor/rumah dengan kita, siangnya bisa ngobrol di tempat dan setelah jam pulang kita melanjutkan obrolan atau membuka obrolan baru melalui sms.

Mungkin juga kita asik dengan pembicaraan kita sendiri, selalu mencari topik baru kalo keliatannya udah sampe diujung obrolan, tapi apa lawan bicara kita merasa enjoy juga? Belum tentu! Siapa tau dia bosen gara-gara terus diajak ngobrol dengan pembicaraan yang udah dibahas sebelumnya?

Seperti halnya begini;

B = Boy
G = Girl

*sms*

B: Hai...
G: Ya?
B: Eh, kamu tau gak? Kemarin di Taman Nasional Ujung Kulon ada badak yang ngelahirin bayi kembar 9 lho! Badaknya gak pake pil KB kali ya. Hahaha
G: Oh gitu, kemarin kamu udah cerita.
B: Terus di deket rumah aku ada anak kecil lagi pipis di bawah pohon mangga terus tititnya digigit semut lho! Kasian ya hahaha
G: Oh gitu, minggu lalu kamu udah cerita. Lagian udah aku bilang, itu adik aku. Diem kamu.
B: ....

Berdasarkan obrolan di atas, bisa dilihat bahwa si cewek bosan dengan pembicaraan cowoknya. Memang kita harus mencari obrolan baru, tapi jangan lupa dengan jeda waktu. Kalo kita udah ngobrol ngalor-ngidul seharian secara langsung dengan dia, upayakan dikasih waktu jeda sekiranya satu hari sebelum kembali melanjutkan tahap pdkt ini. Jadi, abis ngobrol gitu jangan dihubungi dulu, biarkan dia beristirahat sejenak dari bacotan kita. Lagian, kita juga bisa sekalian mencari bahan obrolan yang masih fresh untuk dibicarakan esok harinya, bukan?

*setelah ngobrol seharian*

B: Ah, gue diemin dulu deh, baru nanti gue chat lagi...

*50 tahun kemudian*

B: Haloo! Lanjutin obrolan yang kemarin yuk!
G: Maaf ini siapa? Pemilik nomer ini udah meninggal 12 tahun yang lalu.
B: *tiduran di rel*

Eh, tapi ini teori dari gue ya. Karena menurut gue, kalo gebetan kita udah nyaman sama kita, dan saat kita gak ngehubungin dia maka dia akan ngerasa kesepian dan akan menghubungi kita duluan. Ini udah sering gue coba, presentase berhasil: 0%.

Selanjutnya adalah ketika kita udah ngobrol atau smsan dengan gebetan selama berhari-hari tanpa putus, ada saatnya dia merasa bosan dengan kita. Ingat, tahap ini masih tahap pdkt, dimana kita sendiri belum jadi dan belum tentu juga jadi pacarnya. Dan kalo belum deket-deket amat kemungkinan dia buat bosen semakin tinggi.

Biasanya kalo lawan bicara kita udah bosen dia akan berusaha menyudahi obrolan dengan cara membalas sms secara singkat. Semacam tersirat bukan tersurat. Contoh;

*sms*

B: Kasian banget ya ada anak kucing itu gak diurus mamahnya...
G: Iyaa
B: Padahal dia masih butuh asupan asi dari mamahnya, kasihan sekali.
G: Ho’oh

Kurang lebih seperti itu. Si cewek secara gak langsung mau menyudahi chat dengan kita. Sepertinya dia berpikir kita akan kebingungan mau jawab apa dan akhirnya kita gak bales smsnya. Juga jangan coba untuk melanjutkan obrolan dengan mencari topik lain. Biarkan dia bebas tanpa kehadiran kita di inbox hp-nya. Ingat, beri jeda waktu. Mungkin dia lapar.

Terakhir, kalo misalnya lawan bicara yang dianggap gebetan itu bales chatnya agak lama, jangan diteror supaya cepet bales chat. Dia juga manusia biasa yang punya beragam aktifitas, bukan cuma balesin chat kita doang. Berpikir positif aja, siapa tau dia tidur? Ngerjain tugas? Atau kerja jadi tukang ojeg? Siapa tau. Tapi ya namanya sms, gak seperti Line atau BBM yang punya fitur ‘read’, kalo nyatanya cuma dibaca doang tapi gak dibales sih... Nasib,

*sms*

B: Eh, lagi ada promo tiket pesawat murah ke SG nih, kamu mau gak? Tapi bayar sendiri-sendiri ya!

*1 jam kemudian*

B: Halo?
B: Ada orang?
B: Woy bales wooooy!!!
B: Anjing kesel juga gue!
G: Anak saya lagi serius belajar, HP-nya saya sita, saya papahnya. Kamu ngomong anjing ke saya? Jangan deketin anak saya lagi!!
B: ......

Yah, mungkin cukup sekian pembahasan yang (sangat) gak penting dari gue. Maaf buat yang dari awal udah baca tapi pas sampe akhir bilang, “Kampret, salah masuk blog gue”, Anda terjebak hehehe. Sekali lagi, ini menurut opini gue, jadi kalo gue salah atau ada yang beda pendapat, harap maklum.

Jadi intinya, kita harus tau kapan saat yang tepat untuk memulai obrolan baru dengan gebetan, dan kapan saat dimana kita harus menghentikannya sejenak untuk memberi jeda agar dia gak bosan dengan kita.

Cukup deh, gue pamit. Wassalam!

Friday, November 22, 2013

Macam-macam Cara 'Halus' Cewek Menolak Cowok


Bismillah...
Assalamualaikum, kawan! Apa kabar? Lama tak posting, sibuk ditolak gebetan soalnya.

Okeh! Langsung deh, sekarang gue mau ngebahas tentang beberapa cara 'halus' atau ucapan 'halus' cewek untuk menolak pernyataan cinta sang cowok agar gak terlalu sadis-sadis amat. Kalo post ini ada covernya, bakal gue kasih tulisan 'Based On True Story' segede gaban.

1. "Maaf, kayaknya kita kurang cocok"

Pertanyaan gue cuma satu, tau dari mana kalo kurang cocok? Emang sih nyari pacar itu ibarat nyari barang, kalo udah ada chemistry sama satu barang biasanya kita akan terus kepikiran sama barang itu. Masalahnya, pacar itu bukan barang. Pacar merupakan masa lalu di masa depan. Kalo emang ortu kalian setipe sama mama Loren, boleh deh nebak-nebak kurang cocok.

2.  “Maaf, tapi lo kan temen curhat gue...”

“Mmmm, kamu mau gak jadi pacar aku?” tanya seorang cowok dengan memegang setangkai bunga mawar.
“Maaf, aku ga bisa,”
“Lho, kenapa?” tanya sang cowok heran.
“Kamu itu udah jadi tempat curhat ternyaman aku, nanti kalo kita pacaran aku curhat ke siapa? Lagian kamu udah tau semua rahasia aku, dari mulai suka makan upil sendiri sampe head-stand 10 menit kalo grogi. Kamu gak ilfeel?”
“Eng........ Yaudah deh,” kemudian si cowok mencabut duri mawar dan menancapkannya pada diri sendiri.

Begitulah kira-kira percakapan cowok yang bernasib sangat tidak beruntung. Alih-alih dicurhatin terus ngasih saran terbaik biar bisa deket, eh malah gabisa dipacarin. Cian. :p


3. “Maaf, aku udah nganggep kamu sebagai kakak/adik sendiri...”

Ketika lo nembak cewek dan dia menjawab seperti kalimat di atas, itu bukan berarti lo emang beneran dianggap kakak ato adeknya, itu bisa berarti lo ditolak dengan cara ‘halus’ tapi terdengar maknyus. Sedap. Ada beberapa yang nyebut ini dengan istilah ‘adik ketemu gede’.

Sejak kapan gue punya adik cewek? Punya adik cowok satu aja udah ribet. Gak lagi-lagi sekarang gue punya adik bohong-bohongan, atau adik jadi-jadian, atau apa lah sebutannya. Dan gue udah pernah bahas tentang ini di salah satu postingan gue. Buat yang belum baca, monggo...

4. “Hmmm, gimana ya? Aku udah anggep kamu temen baik aku”

DEG! Welcome to friend zone, boy. Salah satu dari berbagai macam zona yang dihindari para cowok. Gue yakin gak ada satu pun cowok yang mau masuk dalam friend zone. Tapi, kalo misalnya udah terlanjur doi udah bilang itu, jangan langsung lega masih dianggap teman baik, siapa tau itu cuma cara dia menolak lo dengan ‘halus’? Lo jalanin dulu ke depannya, kalo emang masih deket dan bener-bener diperlakukan sebagai teman, ya berarti dia udah menganggap lo teman baiknya. Dan juga jangan pake ego lo buat maksa dia keluar dari zona nyamannya, malah hal itu bisa membuat doi menjauh dari lo. Biarkan dia nyaman dengan apa yang dia perbuat. Bukannya lo bahagia ngeliat dia bahagia?

Sebenernya masih ada yang mau gue bagi sama kalian, tapi berhubung tulisan ini sempet ketunda, jadi gue lupa sama apa yang mau gue tulis, hehehe. Mungkin kalo lain kali gue inget lagi, bakal gue update dipostingan ini.

Sekarang sekian dulu, akhirnya ada postingan baru juga. Makaci Ya Allah.
Wassalam!


Tuesday, October 1, 2013

The New Batman





             “You will die,”
            “Ngomong apa maneh teh? Teu nyaho da abdi mah,”
          “CUT!! Gimana da kalian berdua teh, kita kan lagi produksi pilem box opis, kudu pake bahasa Inggris atuh, bahasa internasional, tong sunda-sunda heula...,”
           “Bukan urang, tah sia si Kabayan blegug. Aing udah pake Inggirs, eta malah sundah tea,”
          Begitulah kira-kira percakapan seorang sutradara dengan 2 aktornya disela-sela syuting film yang penayangannya sangat ditunggu semua orang di seluruh penjuru dunia. Ya, Batman vs Kabayan. Kenapa harus kabayan? Bukan, bukan karena sang sutradara melihat bakat akting yang luar biasa dalam diri kabayan, melainkan karena gue yang nulis ceritanya. Coba lo yang nulis, mau Tukang Sate kek, Tukang Ojeg kek, Farhat Abb... Ups. Terserah.
Christian Bale


5 Bulan Kemudian

Film Batman vs Kabayan meledak pada 2 minggu awal penayangannya. Bukan, bukan kalo kita nonton di bioskop, terus layar bioskopnya meledak. Bukan gitu. Maksudnya penonton sangat antusias dalam menyambut hadirnya film ini. Testimoni dari penonton setelah menyaksikan film spektakuler ini pun beragam, bahkan kebanyakkan dari testimoni tersebut berisikan pujian dan kekaguman mereka terhadap film ini.

“KEREN BANGEEEEET!!!! Aku suka deh sama endingnya! Mengharukan gitu, gak ketebak ceritanya! Aku sampe nangis-nangis tauuu, pacar aku juga ikutan nangis. Pokoknya Kabayan keren deh! Cuma sayang, Batman-nya agak kurang. :(” – Ucok, 24 tahun, Gabon.

Benar, dari sekian banyak pujian penonton, rata-rata mereka agak kecewa dengan penampilan Batman yang diperankan oleh Christian Bale. Mereka menuntut Christian Bale diganti pada sekuel ke-2 dari Batman vs Kabayan. Padahal belum pasti juga bakal ada sekuel ke-2-nya.
Setelah melalui berbagai proses yang panjang, mulai dari rapat para petinggi film Batman vs Kabayan, diskusi pribadi sang sutradara dengan Christian Bale, pembicaraan dengan agen, bahkan sempat terjadi twit war, tetapi masalah yang ada belum juga dapat terselesaikan. Bale menolak pindah ke Manchester United, karena dia hanya mau ke Real Madrid. Eh, maaf salah orang. Christian Bale menolak dirinya diberhentikan dari film Batman, akhirnya ada satu orang yang memberi ide brilian untuk menyelesaikan masalah ini. Idenya adalah.... Gamsut. #Okesip
Christian Bale harus menerima kenyataan pahit ketika ia kalah gamsut dengan sang sutradara, Christopher Nolan. Ia meninggalkan film Batman yang dicintainya. Tampaknya Bale punya dendam kesumat tersendiri dan ia akan menumpahkan segala emosinya nanti.

Jangan suudzon dulu, Di, gak baik itu. Lagian lo soktau amat gue punya dendam sama Christopher Nolan.
Kan gue yang nulis, kampret. Endingnya aja gue udah tau gimana, apa mau langsung ke ending aja nih? Ending-nya kan lo jadi....
Eh iya iya... Eng... Sialan... Maap-maap. Lanjutin gih nulisnya... Err....

Dengan mempertimbangkan segala aspek yang ada, diantaranya karakter untuk pemeran Batman, bentuk muka, target di pasaran, hingga jumlah followers di twitter akhirnya menjadikan Ben Affleck ditunjuk oleh Nolan untuk menggantikan peran Bale di Tottenham Hotspurs. Eh, maksud gue di film Batman selanjutnya, lagian namanya sama-sama Bale sih.
Ada yang belum tau siapa itu Ben Affleck? Bukan, dia nggak ada hubungan darah sama Ben 10 kok. Mungkin sebagian ada yang baru tau Ben lewat film Argo. Sebenernya dia udah lama berkecimpung di dunia perfilman. Film pertamanya tahun 1981 berjudul The Dark End of The Street, kemudian bermain di film Pearl Harbour tahun 2001, Argo di 2012 dan yang teranyar Batman vs Kabayan di 2015 nanti. Setidaknya itu info yang gue dapet dari IMDB.com. Anggep aja ini iklan, cuma memperkenalkan siapa itu The Next Batman.
Ben Affleck

Awalnya Ben sempat menolak ketika diminta untuk menggantikan tempat Christian Bale di film Batman karena kesan yang ditinggalkan Bale sangat bagus di mata para pecinta film Batman, akan tetapi setelah diberi iming-iming akan difollback Raditya Dika oleh Nolan, akhirnya Ben setuju.
Ben mempersiapkan dirinya sebaik mungkin sebelum memulai syuting perdana Batman vs Kabayan Part II. Ia melatih ekspresi mukanya, melatih suaranya supaya bisa serak-serak-basah-seksi kayak Christian Bale, mempelajari karakter Bruce Wayne juga si Batman itu sendiri dengan cara nonton film-film Batman sebelumnya juga bermain game Batman di rental PlayStation terdekat.
Menjelang syuting perdana Batman vs Kabayan Part II terjadi masalah yang lumayan mengganggu film ini kedepannya. Masalahnya adalah Kabayan sudah menikah dengan Iteung. Karena mereka merupakan pasangan baru, jadi Kabayan masih belum berani meninggalkan Iteung sendirian di rumah sehingga ia memutuskan untuk memutus kontraknya dengan Nolan. Tentunya dengan membayar denda akibat pemutusan kontraknya tersebut. Pemutusan kontrak secara sepihak oleh Kabayan membuat Nolan pusing tujuh keajaiban dunia. Awalnya ia hendak menghentikan rencana pembuatan Batman vs Kabayan karena sosok Kabayan yang sudah melekat di hati para penggemar. Tetapi bukan Christopher Nolan namanya kalau menyerah begitu saja. Ia membuat perjudian dengan resiko tinggi yaitu dengan mengadakan casting untuk mencari The New Kabayan.
Casting yang diadakan Nolan dilangsungkan diberbagai negara, provinsi, kabupaten, kelurahan, kecamatan, RT dan RW. Banyak peserta yang mengikuti casting ini dan semuanya gagal. Kegagalan ini lagi-lagi memicu Nolan untuk lebih berkreasi. Ia menghapus nama Kabayan dari judul filmnya dan menggantinya dengan judul yang baru. Sebenarnya, Nolan sempat berpikir bahwa ini adalah sabotase dari Christian Bale yang menyuruh Kabayan menikah lebih cepat agar film buatannya berantakan.

Tuh kan gue dibawa-bawa lagi. Dibilangin jangan suudzon juga, ngeselin ih..
Bodo. :p
Dasar nakal. *cubit manja*
-_____-

            Setelah melalui berbagai proses yang rumit, akhirnya Nolan memutuskan untuk mengganti Kabayan dengan Spiderman. Kenapa Spiderman? Karena kostum milik Spiderman mempunyai warna yang sama dengan jersey FC Barcelona, yang mana Barca adalah klub bola favorit Nolan. Dan jadilah... *tratak dums* Batman vs Spiderman!
            Awalnya Nolan ingin memberi judul Batman and Spiderman. Tapi kalau begitu jadi seperti penyanyi duo yang hanya punya satu lagu enak dari setiap albumnya. Spiderman di sini yaitu The Amazing Spiderman. Sebagaimana kita ketahui pemeran Amazing Spiderman ini sudah sangat dikenal di dunia perfilman, siapa? Yap! Aldi Garfield. Eh, Andrew Garfield.
            Andrew juga tak keberatan dengan tawaran yang dilayangkan Nolan kepada dirinya perihal pembuatan film ini. Kita juga tahu bahawa Batman dan Spiderman ini berasal dari vendor yang berbeda. Beda pabrikan. Batman berasal dari perusahaan besar berinisial DC, sedangkan Spiderman dilahirkan oleh Marvel. Andrew-pun tak masalah dengan perbedaan vendor ini. Seperti yang ia utarakan di suatu moment dengan para papparazi yang menanyainya akan hal ini.
            “Yah, gapapa lah. Saya sama Ben itu sahabat. Kita udah saling kenal dari kecil, dia sering main ke rumah saya, tapi gak sebaliknya, karena saya males keluar rumah. Orang tua kita juga udah saling kenal. Ya... tinggal tunggu waktu yang tepat aja... buat main film bareng maksudnya,”
            Sekilas tentang Andrew Garfield. Lahir di Los Angels, California, Amerika pada 20 Agustus 1983, cuma beda 3 hari sama kemerdekaan negara kita. Bermain dalam film Mumbo Jumbo pada 2005 kemudian Never Let Me Go pada 2010 dan namanya semakin dikenal ketika pada tahun yang sama tayang film biografi dari Mark Zuckerburg, The Social Network. Andrew memerankan Eduardo Saverin yang merupakan pendiri awal Facebook bersama Zuckerburg. Karirnya semakin menanjak ketika ia ditunjuk untuk memerankan tokoh Peter Parker dalam film The Amazing Spiderman pada 2012 lalu. Kini, bersama Ben Affleck ia akan membuat wanita semakin klepek-klepek kepadanya. Itu aja sih. Lumayan  gini doang dapet satu paragraf.
Andrew Garfield

Maaf tadi salah foto, ini Andrew Garfield


1 Tahun Kemudian

           Film Batman vs Spiderman sukses besar. Hampir seluruh orang di dunia ini menyaksikan film garapan Christopher Nolan tersebut. Bahkan, membooming-nya film ini terdengar sampai luar angkasa. Satelit satu-satunya milik Bumi, yaitu Bulan mengadakan trip pergi ke Bumi dengan harga murah kepada para penduduknya. Biasanya orang Bumi yang jalan-jalan ke Bulan, tapi karena efek film Batman vs Spiderman yang luar biasa, maka terjadiah sebaliknya.
            Suksesnya film ini juga membuat seorang Ben Affleck semakin terkenal. Ia mampu membungkam mulut sebagian pihak yang meragukan kemampuannya menggantikan Christian Bale sebagai tokoh Batman. Untuk Andrew Garfield sudah tak perlu diperdebatkan lagi, ia memainkan peran Peter Parker dan Spiderman dengan sangat baik sebagaimana dalam film Amazing Spiderman dan Amazing Spiderman 2. Karena tokoh utama dalam film ini adalah Batman sedangkan Spiderman hanya dianggap sebuah featuring, maka media lebih menyorotkan pemberitaan kepada Ben Affleck.
            Efek dari suksesnya film ini adalah pemerintah Amerika sampai ingin membuat Batman tak hanya sekedar fiksi belaka. Mereka ingin tokoh Batman ada dalam bentuk nyata tanpa mengganti orang dibalik topeng sang manusia kelelawar tersebut. Yap, itu tandanya Ben harus berperan sebagai Batman dalam dunia nyata. Berarti dia harus melawan penjahat secara langsung. Melindungi masyarakat. Mengayomi masyarakat. Menyalurkan bantuan kepada masyarakat kurang mampu. Memberi pendidikan gratis kepada anak-anak yang membutuhkan. Dukung dan coblos nomor urut 44!
            Ben pribadi nampaknya tidak keberatan. Malah ia merasa terhormat mendapat tugas yang mulia seperti ini. Lalu ia mulai berlatih keras dan minum Vegeta setiap saat. Pemerintah membiayai semua keperluan dan kebutuhan Ben selama ia menjadi Batman. Seperti rumah yang mewah dilengkapi peralatan canggih dibawah tanah seperti layaknya rumah Bruce Wayne, Batmobile, Batmotorcycle, Batplane, Batminton, Batsheba. Semuanya disediakan oleh pemerintah.
            Awal-awal menjadi pahlawan sesungguhnya memang berat bagi Ben. Akan tetapi secara perlahan, sedikit demi sedikit, Ben mulai enjoy dalam pekerjaannya yang sekarang. Kali ini ia tidak memiliki waktu untuk syuting karena kejahatan selalu ada kapan dan dimana saja kayak Bodrex. Hingga pada suatu saat...
            Titit.... titit.....
            Alarm tanda bahaya milik Batman berbunyi. Feeling Ben agak kurang enak dengan masalah yang akan ia hadapi sekarang. Feeling yang sama seperti saat ia hendak mengisi soal Ujian Nasional dengan cara menebak memakai kancing baju. Ada keraguan di sana. Dengan segera Ben Affleck menuju ke lokasi yang tertera di GPS di dalam Batmobile-nya.
            Perampokan Bank.... bank bank tut siapa yang kentut ditembak raja maling. Cap cip cup belalang kuncup.

Garing, Di...
Diem lo, Ben. -___-

Ben terlambat, bagian depan bank sudah hancur dan brankas tempat miliyaran dollar tersimpan juga telah menganga dengan lebarnya. Pelakunya pergi namun meninggalkan jejak, mulanya Ben menebak-nebak jejak siapakah ini? Namun ia menepis pikiran buruk itu, ia tak mau dikira suudzon sama naratornya.
Selama perjalanan mengikuti jejak pelaku, Ben tidak bisa menahan niatnya untuk tidak berpikiran negatif. Ia berspekulasi bahwa Christian Bale adalah dalang dibalik semua ini.
“Tidak... gue gak boleh mikir macem-macem tentang Bale, tapi.... argh, bantu aku buat konsentrasi menyetir Ya Tuhan,” jika dilihat dari luar, Batmobile yang dikendarai Ben tampak ugal-ugalan, ini diakibatkan ketidak-konsentrasian Ben dalam berkendara. Polantas yang sedang berpatroli di sekitar situ pun segera bertindak dengan mengejar Batmobile dengan Lamborghini Veneno khusus patroli. Ben yang menyadari bahawa dirinya melakukan kesalahan segera menepikan Batmobile-nya.
“Selamat malam, pak,” sapa sang Polisi
“Ma... malam pak,”
“Bapak tau kesalahan bapak?”
“Tau pak, tapi maaf saya lagi buru-buru, pak, kejar setoran penjahat,” Ben terus menerus melihat jam di layar Batmobile miliknya. Sudah sangat malam. Ia khawatir sang penjahat sudah sangat jauh darinya.
“Gini deh, pak, saya kasih 50,000,” Ben ingin segera menyelesaikan ini.
“Maaf, pak, saya gak mau menerima cara seperti ini, bapak harus menjalankan sidang esok lusa, pak,” jelas pak polisi.
“Saya lagi buru-buru, pak, Sampoerna deh, atau Clavo? Surya? Mild?” Ben semakin guram dengan pak polisi.
          “Saya gak bisa menerima semuanya, pak, maaf. Lagi pula saya pakai cerutu,” terjadi keheningan sesaat hingga kemudian pak polisi menyerahkan selembar kertas tilang kepada Ben. Ben yang kesal langsung tancap gas sekencang-kencangnya. Akibat terlalu cepat, Ben kembali ditilang oleh polisi  yang sama. Bad luck, Ben.
            Banyak rintangan yang menghalangi Ben untuk mengejar pelaku perampokan bank. Ia curiga ini semua telah diatur. Ia curiga ini adalah konspirasi Christian Bale.
            Akhirnya Ben sampai pada tempat dimana jejak terakhir terlihat. Sebuah rumah tua yang besar.
            “Hmmm... mirip rumah yang gue tonton di film Conjuring,” gumam Ben.
            Ia turun dari Batmobile dan perlahan melangkah menuju rumah tersebut. Dengan ragu ia membuka pintu depan, ia was-was, ia takut tiba-tiba muncul banyak hantu. Oke lah, dengan penjahat Ben tidak merasa takut, tapi hantu? Nonton Hantu Goyang Karawang aja dia gak bisa tidur seminggu.

            Jangan bongkar aib woy! -_____-
            HAHAHAHAHAHAHAHAHA!!!!
            Ih. -____________-

            Ben menelusuri setiap ruangan dan setiap penjuru rumah dengan waspada, hingga tiba-tiba...
            GEDEBUK!
            Sebuah benda keras menghantam Ben dari belakang yang mengakibatkan dia jatuh pingsan. Kasihan sekali dia.
---
            “Apa ini? Kok gue diiket?” Ben tersadar dalam kondisi dirinya terikat di sebuah kursi.
            “Oh, udah sadar rupanya,” ia mendengar suara tepat dibelakangnya, ia mencoba melihat siapa itu tapi tak bisa karena kondisinya yang terikat kuat. Tapi, ia merasa tak asing dengan suara tersebut, seperti suara.....
            “Lo kata enak di nomor dua-kan? Gue ini pahlawan hebat juga, tapi media lebih sering memberitakan tentang lo, sedangkan gue? Hah, lo gak ngerasain rasanya jadi gue,”
            “Andrew...,” Ben bergumam.
            Seketika sang empunya suara melangkah ke depan Ben. Ternyata Andrew Garfield lengkap dengan Spiderman suit-nya. Dugaan Ben tepat.
            “Ada apa nih, Drew? Apa-apaan? Kok gue diiket gini? Katanya gue sohib lo?”
            “Sohib? Cih... sohib macam apa yang ninggalin temennya tenar sendirian?... lo tega ya, Ben, ninggalin gue sendirian. Kita main film bareng, film kita juga sukses, tapi media cuma fokus sama lo doang,” tampak Andrew mulai meneteskan air matanya.
            “Drew... sorry, tapi itu kan media...,”
           “Iya! Tapi setiap lo diwawancara sama media, lo gak pernah bawa-bawa nama gue, nggak pernah nyebut nama gue, gue ini dianggap apa sama lo?! Butiran debu? Hah?!”

            Aku terjatuh dan tak bisa bangkit lagi
            Aku tenggelam dalam lautan luka dalam
            Aku tersesat dan tak tahu arah jalan pulang
            Aku tanpamu, butiran debu

            “Woy! Lo gak usah nyanyi-nyanyi gitu dong! Gak liat gue lagi kecewa? Gak liat gue lagi marah? Kalian cuma bikin suasana tambah runyam aja,” kata Andrew kepada Band Rumor yang melantunkan lagu andalan mereka dipojok ruangan.
            “Maafin gue, Drew...,”
          “Lo bakal gue maafin kalo lo berhasil ngalahin gue,” Ben tampak kaget dengan perkataan Andrew. Andrew melepaskan ikatan pada tali yang mengikat  Ben kemudian ia mundur beberapa langkah.
            “C’mon, Ben, let’s fight,” Ben tak beranjak dari tempatnya. Andrew yang melihat tak ada pergerakan dari Ben segera berlari ke arah Ben kemudian melakukan jump punch yang tepat mengenai wajah Ben hingga terpental agak jauh dari kursi tadi.
          “Gue nggak mungkin ngelawan temen sendiri, Drew, gak akan pernah,” Ben mencoba bangkit dari keterpurukannya. Andrew tersenyum sinis. Kemudian ia melontarkan jaring dari kedua tangannya ke arah belakang dari Ben Affleck. Jaring tepat mengenenai 2 tiang di belakang Ben, lalu Andrew menarik kedua tangannya sekaligus membuat 2 tiang tersebut roboh hingga menimpa Ben yang hendak mencoba bangkit.
            Ben semakin tak berdaya.  Baju Batman yang melekat ditubuhnya tak bisa merubah prinsipnya yang tak akan bertarung dengan teman sendiri. Andrew berjalan mendekat ke arah Ben, ia mengambi sebuah potongan kayu yang ujungnya tajam. Ben semakin pasrah dengan apa yang akan terjadi pada dirinya. Hingga tiba-tiba...
            BRAK!
          Sebuah pukulan keras menghantam bagian punggung Andrew hingga membuat ia roboh dan pingsan. Begitu pula dengan Ben, nampaknya ia sudah sangat lelah dan kesakitan hingga ia ikut-ikutan pingsan. Entah siapa duluan yang pingsan, gue juga nggak tahu.

---
            “Kalian ini kan berteman, kenapa saling bertengkar?”
            “Bu.. bukan gue, tapi..,”
           “Diam, Ben! Kau juga salah tak membawa nama Andrew dalam setiap wawancara, padahal kan kalian syuting bareng, berjuang bareng, sukses bareng, jangan seperti kacang yang lupa sama kulitnya!...”
            “... Andrew! Sifatmu sangat kekanak-kanakan. Bisa kan mencari jalan keluar lain selain bertarung? Apa lagi dengan teman sendiri. Mau jadi apa bangsa ini kalau anak mudanya seperti ini?!”
            “Sorry, umur gue 41 tahun...,” Ben memotong pembicaraan.
            “Ben, lo udah dikasih kepercayaan sama pemerintah untuk memakai baju itu. Tugas lo melindungi penjahat dan melawan masyarakat, tapi lo malah bikin gue kecewa,”
            “Bro, sorry lagi, kebalik tadi kata-katanya..,” Ben kembali memotong pembicaraan orang tersebut. Sebenarnya orang lain itu tidak lain dan tidak bukan adalah Christian Bale.
            “Lagian ini bukan semua salah kita kok,” Andrew mulai berbicara. “Lalu?” tanya Bale heran.
           “Ini semua salah penulisnya, Aldi, dia yang bikin kita berantem, dia yang buat ceritanya jadi kacau, dia dalang dibalik semua ini,”
            TAEEEEE!!! BAWA-BAWA GUE LAGI! -__________-
            “Kita mengaku salah, tapi Aldi-lah yang pantas untuk bertanggung jawab” Andrew si kampret melanjutkan kalimatnya.
            FAK! -_________________-
---
            Akhirnya Ben dan Andrew kembali berteman setelah sebelumnya saling memaafkan dan keduanya kompak nyalahin gue atas ulah mereka.
            Jabatan Ben sebagai pahlawan negara dicabut oleh pemerintah USA hingga ia harus menyerahkan segala perlengkapan Batman miliknya kepada pemerintah. Tapi ia meminta satu hal kepada pemerintah...
            “Ojeg, bu?... Kemana?... Washington Street?... Wah, agak jauh, naik ceban deh.... Penglaris nih... Sip, capcus, cyiin~” Ben meminta supaya Batmotorcycle-nya tidak dikembalikan yang pada akhirnya ia gunakan untuk hal yang bermanfaat bagi kelangsungan hidupnya, menjadi tukang ojeg.

            Andrew Garfield kembali ke kehidupan sebelumnya, sebagai seorang anak muda yang gemar berakting di depan kamera. Sedangkan Bale, akhirnya ia resmi pindah ke Real Madrid dengan status sebagai pemain termahal dunia. Sorry, salah orang lagi. Christian Bale beralih profersi menjadi juragan ojeg dengan motor berstandar Moto GP sebagai motor para bawahannya. Tamat.