Saturday, December 24, 2016

Jadi Diri Sendiri, Apakah Ada?

source: imagesbuddy.com
Sering kali saya mendengar istilah ‘jadilah diri sendiri’, ‘just be yourself’ atau apa pun yang berkaitan tentang itu. Biasanya kata demikian ditujukan seseorang untuk memotivasi orang lain. Tapi pertanyaanya, apakah kita sebagai manusia sosial yang dituntut untuk berinteraksi dengan sesama dan selalu berkontak dengan lingkungan sekitar bisa menjadi diri sendiri seutuhnya?

Saya rasa tidak ada yang manusia yang 100% menjadi dirinya sendiri. Karena manusia itu dinamis. Pada dasarnya manusia akan terus berubah. Saya esok hari belum tentu sama dengan saya hari ini. Manusia itu terus berubah setiap harinya, bahkan setiap jam juga tiap detik.

Menjadi diri sendiri berarti tidak terpengaruh dengan sesuatu yang sifatnya eksternal. Seorang yang benar-benar menjadi dirinya sendiri tentu mempunyai sifat unik yang tidak akan pernah kita temukan pada diri orang lain. Karena memang hanya dia seorang yang punya. Jika ada orang lain yang mempunyai peringai, gelagat atau cara berpikir yang sama, berarti ada kemungkinan orang-orang itu mendapatkan pandangannya dari sumber yang sama.

Saya pribadi tidak bisa menjadi diri sendiri seutuhnya. Saat saya membaca buku karya Tan Malaka, saya terpengaruh dengan cara berpikir beliau yang pada zamannya sudah melangkah jauh ke depan memikirkan kemerdekaan bangsa. Ketika saya membaca buku karya tokoh lain, seperti Gus Dur, saya punya pandangan baru mengenai permasalahan agama negeri ini dan bagaimana cara yang tepat untuk menyikapinya. Saya tidak benar-benar menjadi saya.

Bukan hanya bacaan, menonton sebuah film pun dapat memengaruhi pribadi seseorang. Misalnya seseorang menonton film tentang American Football, setelah menonton seketika timbul keinginan untuk bermain American Football atau mencari informasi tentang olahraga itu yang sebenarnya bukan olahraga yang dia banget.

Di mesin pencarian Google, banyak ditemukan situs yang memuat kiat-kiat menjadi diri sendiri. Seperti yang ditemukan di laman wikihow.com tentang beberapa cara untuk menjadi diri sendiri. Lucunya, cara-cara tersebut ditulis oleh orang lain yang dengan penilaiannya sendiri, bahwa cara yang ia tulis bisa dikategorikan cara yang umum sehingga dapat digunakan oleh banyak orang. Katanya jadi diri sendiri, tapi mengetahui caranya saja dari pendapat orang lain, piye toh?

Menurut saya, perkataan yang tepat bukanlah ‘jadi diri sendiri’, melainkan ‘mengenal diri sendiri’. Kita tidak akan bisa menjadi diri sendiri seutuhnya, tapi kita tentu mengenal kapasitas, kemampuan dan potensi diri kita masing-masing. Walau potensi itu hanya di hal kecil, seperti susah-bangun-pagi-meski-sudah-memasang-alarm-dengan-jeda-3-menit-sekali, sekali pun.

Ketika seorang yang terpengaruh film tentang American Football tadi tertarik untuk terjun ke dunia American Football. Ia mengkaji ulang kapasitas, kemampuan dan potensi dirinya sendiri terlebih dahulu. Ia sadar bahwa kemampuannya bukan di American Football, tapi di bekel, misalnya. Ia juga menilai fisiknya kurang menunjang dalam American Football dan ia sadar ada di daerah dimana gobak sodor lebih populer dibanding American Football.

Ia sadar akan kemampuan dan kapasitasnya, sehingga ia memaksimalkan seluruh potensinya di bekel. Siapa tahu ia bisa menjadi juara di ajang World Bekel Championship, bukan?

Untuk mengetahui kadar kemampuan diri, hanya orang itu sendiri yang mampu menakarnya. Saya pun tak mau banyak berbicara banyak kali ini. Intinya, seseorang tidak akan 100% menjadi dirinya tanpa adanya pengaruh dari buku yang dibaca, film yang ditonton, sesuatu di dunia maya, dari media sosial, orang lain, atau lingkungan sekitar. 

Jadi jangan heran kalau ada orang yang bersikap manja akan tetapi di kemudian hari ia menjadi orang yang tenang dan dewasa. Bukan berarti ia tidak menjadi dirinya sendiri, ia hanya telah menemukan batu loncatan dalam perjalanan hidupnya yang mempengaruhinya dalam berpikir, bertindak juga berprilaku.

Btw, kalau beneran ada World Bekel Championship bakal keren kali, ya?

2 comments: